Mohon tunggu...
Rumah Literasi
Rumah Literasi Mohon Tunggu... Rakyat Pergerakan

Belajar dari semua dimensi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Otak adalah Pencipta

13 Agustus 2025   22:49 Diperbarui: 13 Agustus 2025   22:49 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Psikologi Meditation Kaizen

"Keyakinan adalah mesin yang memutar roda nasib." Ungkapan itu terdengar seperti metafora puitis, namun penelitian neurosains, psikologi, dan filsafat tubuh kini menegaskannya sebagai kenyataan biologis yang dapat diukur. Pikiran---lebih tepatnya keyakinan yang dipegang dengan intensitas dan konsistensi---bukan sekadar penonton pasif dari kehidupan, melainkan arsitek yang mengatur ulang sirkuit otak, memodulasi hormon, memengaruhi persepsi, dan bahkan mengubah respons tubuh dalam hitungan detik. Gagasan ini, walaupun menakjubkan, menuntut kita membedahnya secara hati-hati, menelusuri mekanisme yang mendasarinya, batas-batas yang harus diakui, serta konsekuensi etis yang tak bisa dihindari.

Otak manusia bekerja bukan hanya sebagai penerima sinyal dari dunia luar, melainkan sebagai mesin prediksi yang terus-menerus mengantisipasi masa depan. Dalam kerangka predictive processing, otak membangun model dunia dan tubuh, lalu menyesuaikan persepsi agar sesuai dengan harapan tersebut. Ekspektasi bukan sekadar bayangan mental---mereka memiliki "bobot presisi" yang dapat menggeser bagaimana sinyal sensorik dibaca dan ditafsirkan. Ketika keyakinan kuat tertanam, otak dapat memprioritaskan prediksi tersebut di atas sinyal ambigu dari tubuh, sehingga pengalaman fisik pun mengikuti jalur yang sudah dipetakan oleh pikiran. Itulah sebabnya seseorang dapat merasakan berkurangnya nyeri atau bertambahnya stamina hanya dengan meyakini bahwa kondisinya membaik.

Efek placebo dan nocebo adalah ilustrasi paling jelas dari mekanisme ini. Placebo menunjukkan bagaimana ekspektasi positif dapat memicu pelepasan opioid endogen, dopamin, dan neuromodulator lain yang mengubah pengalaman subjektif sekaligus respons fisiologis. Sebaliknya, nocebo mengajarkan bahwa ekspektasi negatif sanggup memperburuk gejala, bahkan memunculkan rasa sakit baru. Keduanya bekerja melalui jalur yang sama---prediksi otak yang mengatur ulang persepsi dan reaksi tubuh---hanya berbeda pada arah harapannya. Efek ini tidak terbatas pada nyeri; ia juga muncul pada kecepatan pemulihan, fungsi imun, dan kapasitas fisik dalam latihan. Artinya, keyakinan dapat menjadi "obat" atau "racun" bagi tubuh, tergantung arah dan kekuatan prediksi yang dijalankan.

Namun, efek ini tidak bekerja di ruang hampa. Keyakinan yang mampu mengubah tubuh biasanya terikat pada self-efficacy, keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan tertentu. Self-efficacy bukan sekadar optimisme; ia adalah prediksi realistis tentang keberhasilan yang diperkuat oleh pengalaman, penguasaan keterampilan, dan pengamatan pada keberhasilan orang lain. Ketika self-efficacy tinggi, tubuh merespons dengan meningkatkan kesiagaan, mengoptimalkan penggunaan energi, dan mengatur emosi agar mendukung aksi. Ketika rendah, tubuh cenderung beroperasi dalam mode konservasi energi, kewaspadaan rendah, dan tingkat stres yang lebih tinggi.

Mindset juga berperan sebagai bingkai besar yang mewarnai ekspektasi ini. Pola pikir berkembang (growth mindset) membuat individu memandang keterbatasan sebagai tantangan yang dapat diatasi dengan usaha dan strategi baru, sedangkan pola pikir tetap (fixed mindset) membekukan potensi di dalam kerangka keyakinan bahwa kemampuan bersifat statis. Perbedaan pola pikir ini berdampak nyata pada performa, ketahanan menghadapi stres, bahkan pada adaptasi fisiologis terhadap latihan atau rehabilitasi medis. Dalam bahasa biologis, mindset memengaruhi seberapa terbuka otak terhadap pembentukan jalur sinaptik baru, dan seberapa aktif tubuh menyesuaikan diri dengan tuntutan baru.

Ekspektasi dapat bekerja sangat cepat, bahkan dalam hitungan menit, ketika menyangkut persepsi nyeri dan rasa lelah. Teori gate control dalam neurosains nyeri menjelaskan bahwa otak memiliki "gerbang" yang dapat memperkuat atau melemahkan sinyal nyeri sebelum mencapai kesadaran. Keyakinan bahwa suatu tindakan atau terapi akan membantu dapat membuat gerbang ini "menutup," menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan. Sebaliknya, ketakutan atau keraguan dapat "membuka gerbang," memperburuk rasa sakit. Edukasi nyeri yang tepat, seperti yang dikembangkan dalam pendekatan Explain Pain, menunjukkan bahwa memahami mekanisme ini saja sudah dapat menurunkan kecemasan dan rasa nyeri, karena otak mulai memproses sinyal tubuh dalam konteks yang lebih aman.

Emosi, yang sering kita anggap sebagai reaksi spontan, juga terbentuk melalui prediksi dan interpretasi tubuh. Teori konstruksi emosi menunjukkan bahwa otak menggunakan konsep dan pengalaman masa lalu untuk memberi makna pada sinyal interoseptif---denyut jantung, ketegangan otot, suhu kulit. Keyakinan dapat mengubah label yang kita berikan pada sinyal ini: detak jantung cepat dapat dibaca sebagai tanda kecemasan atau antusiasme, tergantung pada bingkai mental yang kita pilih. Perubahan label ini secara langsung memengaruhi bagaimana tubuh mempersiapkan diri untuk bertindak.

Dari sudut pandang filsafat tubuh, semua ini menggarisbawahi bahwa kita bukan "kepala yang membawa tubuh," melainkan makhluk yang mengalami dunia melalui keterpaduan pikiran dan tubuh. Keyakinan tidak melayang di udara; ia termanifestasi dalam postur, gestur, nada suara, dan pola pernapasan. William James bahkan berargumen bahwa emosi mengikuti perubahan tubuh, bukan mendahuluinya: kita gemetar, lalu merasa takut; kita tersenyum, lalu merasa gembira. Jika demikian, mengubah tubuh secara sengaja---melalui ritual, latihan pernapasan, atau gerakan---dapat mengirimkan umpan balik ke otak yang menguatkan keyakinan positif.

Meski bukti ilmiah mendukung hubungan erat antara keyakinan dan perubahan tubuh, ada batas-batas yang harus kita akui. Keyakinan tidak bisa menggantikan peran obat dalam mengobati infeksi bakteri, menghentikan pendarahan, atau memperbaiki kerusakan jaringan secara langsung. Ia bekerja paling efektif ketika melibatkan aspek persepsi, motivasi, dan pengaturan fisiologis yang dapat dimodulasi oleh otak. Mengabaikan batas ini berisiko melahirkan narasi berbahaya yang menyalahkan korban---menganggap orang yang gagal pulih sebagai kurang beriman atau kurang berpikir positif.

Risiko lain adalah efek nocebo sosial, di mana pesan negatif dari media, dokter, atau lingkungan memicu harapan buruk yang kemudian menjadi kenyataan biologis. Penelitian menunjukkan bahwa kata-kata yang digunakan dalam konsultasi medis dapat memperburuk gejala atau meningkatkan nyeri pascaoperasi, hanya karena pasien mempercayainya. Oleh karena itu, tanggung jawab etis dalam komunikasi sangat penting: membangun harapan realistis yang positif tanpa menipu, menghindari bahasa yang memicu ketakutan yang tidak perlu.

Secara praktis, bagaimana keyakinan dapat dioperasionalkan untuk mengubah tubuh? Pertama, keyakinan harus realistis dan dapat diuji---bukan sekadar afirmasi kosong. Kedua, ia harus diperkuat oleh pengalaman nyata melalui latihan bertahap yang memberi bukti pada otak bahwa prediksinya benar. Ketiga, konteks harus mendukung: lingkungan, bahasa, dan simbol-simbol yang digunakan dapat memperkuat atau melemahkan keyakinan. Keempat, tubuh harus dilibatkan secara langsung: napas, gerakan, dan ekspresi wajah dapat menjadi pintu masuk untuk mengubah status fisiologis. Kelima, keyakinan perlu dipelihara melalui kebiasaan yang berulang, sehingga jalur saraf yang baru terbentuk menjadi stabil dan dominan.

Ketika semua ini dijalankan, keyakinan memang dapat menjadi arsitek tubuh. Ia membangun kembali hubungan antara otak dan tubuh, menggeser persepsi, mengatur ulang respons hormonal, dan mengubah pola perilaku. Namun, seperti arsitek mana pun, ia membutuhkan bahan baku, alat, dan waktu untuk mewujudkan rancangan. Bahan bakunya adalah pengalaman yang memberi bukti pada prediksi; alatnya adalah perhatian, makna, dan ritual; waktunya adalah konsistensi dalam praktik. Tanpa semua itu, keyakinan akan tetap menjadi rancangan di atas kertas, indah tapi tak pernah menjadi bangunan nyata.

Pada akhirnya, pernyataan bahwa "otak bukan pemerhati pasif, melainkan pencipta terbesar" adalah benar---dengan catatan bahwa penciptaan ini selalu terikat oleh hukum tubuh dan dunia fisik. Kekuatan keyakinan adalah kekuatan untuk memandu tubuh menuju versi terbaiknya, bukan untuk melanggar batas-batas biologis. Memahami hal ini bukan untuk mengurangi kekaguman kita pada kemampuan pikiran, tetapi untuk menempatkannya dalam kerangka yang memungkinkan kita memanfaatkannya secara etis, efektif, dan berkelanjutan.

_oleh Abdul Karim_

Daftar Pustaka (Chicago Style)

Bandura, Albert, ed. Self-Efficacy in Changing Societies. Cambridge: Cambridge University Press, 1997.

Barrett, Lisa Feldman. How Emotions Are Made: The Secret Life of the Brain. Boston: Houghton Mifflin Harcourt, 2017.

Benedetti, Fabrizio. Placebo Effects: Understanding the Mechanisms in Health and Disease. 3rd ed. Oxford: Oxford University Press, 2021.

Butler, David S., and G. Lorimer Moseley. Explain Pain. 2nd ed. Adelaide: Noigroup Publications, 2020.

Clark, Andy. Surfing Uncertainty: Prediction, Action, and the Embodied Mind. Oxford: Oxford University Press, 2016.

Dweck, Carol. Mindset: Changing the Way You Think to Fulfil Your Potential. London: Little, Brown Book Group, 2017.

James, William. The Will to Believe and Other Essays. New York: Longmans, Green, and Co., 1897.

Kandel, Eric R. In Search of Memory: The Emergence of a New Science of Mind. New York: W.W. Norton, 2006.

Melzack, Ronald, and Patrick D. Wall. The Challenge of Pain. Updated 2nd ed. London: Penguin Books, 1996.

Robson, David. The Expectation Effect: How Your Mindset Can Transform Your Life. Edinburgh: Canongate Books, 2022.

Sapolsky, Robert M. Behave: The Biology of Humans at Our Best and Worst. New York: Penguin Press, 2017.

Vance, Erik. Suggestible You: The Curious Science of Your Brain's Ability to Deceive, Transform, and Heal. Washington, D.C.: National Geographic, 2016.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun