Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan Asyhari
Muhammad Fauzan Asyhari Mohon Tunggu... Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Di Kb. Karawang

Hallo semua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Lebih Dalam Tentang Fenomena Duck Syndrome

27 April 2025   11:55 Diperbarui: 27 April 2025   14:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bebek Berenang (sumber : shutterstock.com)

1. Pengertian Tentang Duck Syndrome

Duck Syndrome adalah fenomena psikologis pada manusia di mana seseorang tampak tenang dan "mengapung" secara lahiriah (lancar tanpa hambatan), tetapi sebenarnya terus berjuang keras secara internal (dibalik kelancarannya). Dianalogikan Seperti bebek yang tenang di permukaan air namun kakinya mendayung sangat cepat di bawahnya, penderita Duck Syndrome sering memberi kesan semuanya baik-baik saja padahal mereka menanggung tekanan berat di dalam.

Fenomena ini banyak dijumpai di kalangan generasi muda dan kelas menengah Indonesia. Pakar ekonomi Dr. Anisa (IPB) menjelaskan bahwa masyarakat kelas menengah sering dituntut selalu tampil sukses, stabil, dan bahagia meski mereka menghadapi tekanan emosional dan finansial besar. Tekanan sosial, ekspektasi tinggi keluarga, persaingan akademik, dan tuntutan "harus sempurna" (termasuk pengaruh media sosial) hal ini membuat banyak orang Indonesia menyembunyikan masalahnya demi menjaga citra.

2. Penyebab atau Faktor Duck Syndrome

Tuntutan Akademik & Persaingan: 

Budaya pendidikan di Indonesia yang sangat kompetitif menuntut prestasi tinggi. Mahasiswa atau Siswa sering dipaksa meraih nilai sempurna, menyelesaikan tugas banyak, dan menghadapi ujian berat tanpa waktu istirahat yang memadai. Tekanan akademik yang berlebihan ini dapat meningkatkan risiko stres terselubung (duck syndrome).

Ekspektasi Sosial dan Keluarga: 

Sering ada harapan keluarga dan lingkungan agar anak selalu sukses dan "tidak pernah gagal". Ekspektasi terlalu tinggi dari keluarga atau teman dan lingkungan sosial menyebabkan seseorang merasa wajib tampil sempurna. Serta Budaya "malu maluin keluarga" atau nilai sosial juga memperberat beban psikologis pada penderita duck syndrome.

Pengaruh Media Sosial dan Perfeksionisme:

 Paparan terus-menerus melihat kehidupan "sempurna" orang lain di media sosial membuat penderita merasa hidupnya selalu kurang. Pola pikir perfeksionis (harus sempurna) dan keinginan menyembunyikan kekurangan mendorong seseorang menderita Duck Syndrome.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun