Zaman Eropa Modern menandai titik balik besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dimulai sejak periode Renaisans pada abad ke-14 hingga munculnya Revolusi Ilmiah di abad ke-16 dan ke-17. Periode ini dikenal karena bangkitnya semangat humanisme, penemuan kembali literatur klasik, dan penolakan terhadap otoritas gereja dalam menentukan kebenaran ilmiah. Ilmu pengetahuan berkembang menjadi suatu aktivitas rasional dan sistematis yang berdiri sendiri, terlepas dari dominasi agama.
Renaisans memicu lahirnya semangat baru terhadap eksplorasi pengetahuan. Tokoh seperti Leonardo da Vinci bukan hanya seniman, tetapi juga ilmuwan dan penemu. Ia melakukan eksperimen dalam anatomi, teknik mesin, dan fisika. Perkembangan teknologi seperti mesin cetak oleh Johannes Gutenberg juga memungkinkan penyebaran ilmu secara cepat dan luas.
Revolusi Ilmiah adalah periode penting ketika pendekatan terhadap ilmu berubah secara mendasar. Ilmu tidak lagi hanya mengandalkan logika dan spekulasi seperti pada zaman Yunani, tetapi menekankan observasi, eksperimen, dan formulasi hukum-hukum alam dalam bentuk matematika. Perubahan ini ditandai oleh tokoh-tokoh besar:
- Nicolaus Copernicus merombak pandangan geosentris dengan model heliosentrisnya, menyatakan bahwa matahari adalah pusat tata surya.
- Galileo Galilei menggunakan teleskop untuk mengamati langit dan membuktikan teori Copernicus. Ia juga mengembangkan metode eksperimental dan hukum gerak.
- Johannes Kepler menyusun hukum gerak planet berdasarkan observasi yang cermat, menunjukkan bahwa orbit planet berbentuk elips.
- Isaac Newton merumuskan hukum gravitasi universal dan tiga hukum gerak yang menjadi dasar fisika klasik. Karyanya Principia Mathematica menggabungkan matematika dan empirisme secara sistematis.
Di bidang filsafat, Rene Descartes memperkenalkan pendekatan rasionalisme dengan metode keraguan dan deduksi. Sementara Francis Bacon menekankan pentingnya induksi, eksperimen, dan verifikasi empiris sebagai dasar kemajuan ilmu.
Ilmu pengetahuan mulai dilembagakan melalui pendirian akademi dan universitas modern seperti Royal Society di Inggris dan Acadmie des Sciences di Prancis. Ilmu juga semakin dipisahkan dari agama. Kebenaran ilmiah tidak lagi ditentukan oleh otoritas teologis, tetapi oleh metode rasional dan bukti empiris. Inilah awal mula munculnya paradigma sekular dalam sains.
Penemuan-penemuan dalam ilmu pengetahuan modern membawa dampak besar terhadap kehidupan manusia. Revolusi industri di abad ke-18 dan ke-19 tidak akan mungkin terjadi tanpa fondasi ilmiah yang kuat. Ilmu kimia, fisika, dan biologi berkembang pesat dan melahirkan teknologi yang mengubah pola produksi, komunikasi, dan transportasi.
Namun, di balik kemajuan tersebut, muncul pula kritik terhadap reduksionisme dan mekanisasi alam. Ilmu modern cenderung melihat dunia sebagai mesin tanpa jiwa, dan manusia sebagai makhluk biologis semata. Pandangan ini menimbulkan kekosongan makna dan menjauhkan ilmu dari nilai-nilai spiritual. Oleh karena itu, muncul pertanyaan penting dalam filsafat ilmu: apakah sains harus netral secara nilai? Apakah ilmu hanya alat, atau memiliki tanggung jawab moral?
Zaman Eropa Modern memperlihatkan pencapaian gemilang dalam membangun sistem pengetahuan yang rasional, empiris, dan terukur. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan baru dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kemanusiaan. Ilmu menjadi kekuatan besar yang dapat membangun sekaligus menghancurkan, tergantung pada bagaimana ia digunakan dan diarahkan.
Sekularisasi Sains
Sekularisasi sains merujuk pada proses pemisahan ilmu pengetahuan dari otoritas agama dan nilai-nilai spiritual. Fenomena ini mulai menguat sejak era Pencerahan (Enlightenment) pada abad ke-18, di mana rasio manusia dianggap sebagai satu-satunya alat yang sah untuk memperoleh pengetahuan. Dalam paradigma ini, ilmu berkembang menjadi aktivitas yang otonom, netral, dan bebas nilai, tidak bergantung pada wahyu atau doktrin keagamaan.
Tokoh-tokoh seperti Auguste Comte, dengan teori positivismenya, berpendapat bahwa pengetahuan sejati hanya dapat diperoleh melalui observasi empiris dan verifikasi ilmiah. Agama dan metafisika dianggap sebagai tahap awal dan tidak ilmiah dalam perkembangan intelektual manusia. Comte membagi perkembangan pemikiran manusia ke dalam tiga tahap: teologis, metafisik, dan positif. Pandangan ini memperkuat asumsi bahwa ilmu harus dibebaskan dari unsur spekulatif dan spiritual.