Kemunculan platform e-commerce, layanan pesan-antar, hingga media sosial memungkinkan siapa saja, bahkan tanpa toko fisik, untuk memasarkan produk atau jasa secara luas.Â
Inilah yang sering kali disebut sebagai era "wirausaha digital" yang dinilai lebih mudah diakses oleh generasi muda.
Tantangan Besar di Balik Narasi Wirausaha
Di balik gencarnya dorongan pemerintah dan optimisme terhadap wirausaha sebagai solusi ketenagakerjaan, terdapat berbagai tantangan besar yang kerap terabaikan.Â
Kenyataannya, menjadi seorang wirausahawan tidak semudah mengikuti seminar motivasi atau membuka toko online. Ada begitu banyak aspek yang perlu dipersiapkan, dan tidak semua masyarakat memiliki akses atau kemampuan untuk memenuhinya.
Pertama, persoalan modal masih menjadi hambatan utama. Meski pemerintah menyediakan berbagai program pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), prosedur pengajuan yang rumit dan persyaratan administratif sering kali menyulitkan pelaku usaha kecil, terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil atau kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Kedua, minimnya literasi keuangan dan keterampilan manajerial juga menjadi kendala serius. Banyak usaha kecil yang gagal bukan karena produknya tidak laku, tetapi karena lemahnya pengelolaan keuangan, pemasaran yang tidak efektif, hingga ketidaktahuan dalam mengelola risiko.Â
Ketiga, ketatnya persaingan pasar, baik di level lokal maupun global, membuat wirausaha bukan lagi sekadar persoalan kreativitas, tetapi juga soal daya saing. Di era digital, pelaku usaha harus mampu bersaing dengan produk luar negeri, pemain besar, dan perubahan tren pasar yang sangat cepat.
Keempat, tidak semua orang memiliki karakter atau kesiapan mental untuk menjadi wirausahawan. Dunia bisnis penuh dengan ketidakpastian, risiko kerugian, dan tekanan mental yang tinggi.Â
Wirausaha Bukan Satu-satunya Jalan
Di tengah gencarnya dorongan untuk menjadi wirausahawan, perlu ditegaskan bahwa wirausaha bukanlah satu-satunya jalan keluar dari persoalan sempitnya lapangan kerja di Indonesia.Â