Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lapangan Kerja Semakin Sempit: Apakah Wirausaha Satu-satunya Jalan?

5 Juli 2025   21:52 Diperbarui: 9 Juli 2025   09:56 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Shutterstock

"Fenomena sempitnya lapangan kerja di Indonesia bukan lagi sekadar isu, melainkan telah menjadi realitas sosial yang dirasakan jutaan masyarakat."

Setiap tahun, lulusan baru dari berbagai jenjang pendidikan terus bermunculan, namun ketersediaan pekerjaan formal tidak berbanding lurus dengan jumlah pencari kerja. 

Ironisnya, kondisi ini diperparah oleh gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda berbagai sektor, seperti industri tekstil, manufaktur, hingga startup digital.

Di tengah keterbatasan itu, muncul dorongan besar agar masyarakat beralih ke dunia wirausaha. Banyak yang menganggap wirausaha sebagai jalan keluar paling realistis di tengah ketatnya persaingan dan minimnya lapangan kerja formal. 

Pertanyaannya, benarkah wirausaha adalah satu-satunya jalan? Ataukah ini justru cerminan lemahnya sistem ketenagakerjaan kita?

Wirausaha sebagai Solusi Alternatif

Dalam situasi sempitnya lapangan kerja formal, wirausaha memang muncul sebagai solusi alternatif yang semakin dilirik oleh banyak kalangan, baik pemerintah maupun masyarakat. 

Pemerintah, melalui berbagai kementerian dan lembaga terkait, terus menggencarkan program-program yang bertujuan mendorong pertumbuhan wirausaha baru. 

Mulai dari pelatihan keterampilan kewirausahaan, akses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga pembinaan untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar domestik maupun internasional.

Tak hanya itu, perkembangan teknologi dan digitalisasi juga membuka peluang baru bagi masyarakat untuk merintis usaha dengan modal yang relatif kecil. 

Kemunculan platform e-commerce, layanan pesan-antar, hingga media sosial memungkinkan siapa saja, bahkan tanpa toko fisik, untuk memasarkan produk atau jasa secara luas. 

Inilah yang sering kali disebut sebagai era "wirausaha digital" yang dinilai lebih mudah diakses oleh generasi muda.

Tantangan Besar di Balik Narasi Wirausaha

Di balik gencarnya dorongan pemerintah dan optimisme terhadap wirausaha sebagai solusi ketenagakerjaan, terdapat berbagai tantangan besar yang kerap terabaikan. 

Kenyataannya, menjadi seorang wirausahawan tidak semudah mengikuti seminar motivasi atau membuka toko online. Ada begitu banyak aspek yang perlu dipersiapkan, dan tidak semua masyarakat memiliki akses atau kemampuan untuk memenuhinya.

Pertama, persoalan modal masih menjadi hambatan utama. Meski pemerintah menyediakan berbagai program pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), prosedur pengajuan yang rumit dan persyaratan administratif sering kali menyulitkan pelaku usaha kecil, terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil atau kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Kedua, minimnya literasi keuangan dan keterampilan manajerial juga menjadi kendala serius. Banyak usaha kecil yang gagal bukan karena produknya tidak laku, tetapi karena lemahnya pengelolaan keuangan, pemasaran yang tidak efektif, hingga ketidaktahuan dalam mengelola risiko. 

Ketiga, ketatnya persaingan pasar, baik di level lokal maupun global, membuat wirausaha bukan lagi sekadar persoalan kreativitas, tetapi juga soal daya saing. Di era digital, pelaku usaha harus mampu bersaing dengan produk luar negeri, pemain besar, dan perubahan tren pasar yang sangat cepat.

Keempat, tidak semua orang memiliki karakter atau kesiapan mental untuk menjadi wirausahawan. Dunia bisnis penuh dengan ketidakpastian, risiko kerugian, dan tekanan mental yang tinggi. 

Wirausaha Bukan Satu-satunya Jalan

Di tengah gencarnya dorongan untuk menjadi wirausahawan, perlu ditegaskan bahwa wirausaha bukanlah satu-satunya jalan keluar dari persoalan sempitnya lapangan kerja di Indonesia. 

Masyarakat tidak bisa serta-merta diarahkan atau bahkan dipaksa untuk membuka usaha, seolah-olah semua orang memiliki kemampuan, modal, dan mentalitas untuk menjadi pengusaha.

Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan harapan pada lapangan kerja formal, baik di sektor pemerintahan, perusahaan swasta, maupun industri besar. 

Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa peluang kerja di sektor formal semakin ketat akibat berbagai faktor, seperti terbatasnya investasi, ketimpangan antara kebutuhan industri dan kompetensi tenaga kerja, hingga efek otomatisasi dan digitalisasi yang mulai mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia.

Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus berpikir lebih luas dan komprehensif. Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi menjadi hal yang mutlak dilakukan, agar lulusan pendidikan benar-benar siap pakai sesuai kebutuhan dunia kerja. 

Kesimpulan: Butuh Solusi Komprehensif

Persoalan sempitnya lapangan kerja tidak bisa diselesaikan dengan mendorong wirausaha semata. Meskipun wirausaha merupakan salah satu pilar penting dalam menggerakkan perekonomian dan membuka peluang penghasilan, menjadikannya satu-satunya jalan keluar justru dapat menimbulkan persoalan baru, terutama jika tidak dibarengi dengan dukungan yang memadai.

Pemerintah harus tetap berfokus pada upaya menciptakan lapangan kerja formal yang layak dan berkelanjutan, melalui peningkatan investasi, penguatan sektor industri, dan penyelarasan dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. 

Selain itu, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, terutama di bidang keterampilan teknis dan manajerial, harus menjadi prioritas agar masyarakat tidak hanya siap bersaing di dunia wirausaha, tetapi juga siap memasuki dunia kerja formal.

Dengan kata lain, solusi atas persoalan ketenagakerjaan harus bersifat menyeluruh dan berimbang. Masyarakat harus diberikan akses, pilihan, dan peluang yang setara, baik untuk menjadi pekerja, wirausahawan, maupun pelaku di sektor ekonomi kreatif dan digital.

Hanya dengan sinergi antara wirausaha, lapangan kerja formal, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, Indonesia dapat keluar dari permasalahan sempitnya lapangan kerja dan menuju masyarakat yang sejahtera, produktif, dan berdaya saing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun