Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Antara Privasi dan Eksistensi: Dilema Gaya Hidup Terbuka di Media Sosial

19 Mei 2025   09:30 Diperbarui: 19 Mei 2025   09:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bermain media sosial (sumber gambar: Shutterstock via m.kumparan.com)

Sebab dalam logika media sosial, semakin banyak yang kita tunjukkan, semakin besar kemungkinan kita diperhatikan. Sering kali, tanpa sadar, kita mengukur nilai diri berdasarkan seberapa banyak respons yang kita terima secara daring.

Namun, kebutuhan akan eksistensi ini juga memiliki sisi gelap. Ketika pengakuan dari dunia luar menjadi pusat motivasi, kita mulai kehilangan kendali atas apa yang benar-benar penting bagi diri sendiri. 

Gaya hidup terbuka di media sosial sering kali membuat seseorang merasa harus terus membagikan cerita agar tetap relevan. 

Ada semacam tekanan tak terlihat untuk selalu hadir di linimasa entah itu dengan unggahan harian, update kehidupan pribadi, atau sekadar membagikan opini tentang isu yang sedang hangat. 

Ketidakhadiran digital dalam waktu tertentu bahkan bisa menimbulkan rasa takut ketinggalan atau kehilangan perhatian dari audiens, teman, bahkan diri sendiri.

Lama-kelamaan, aktivitas berbagi bukan lagi tentang keinginan tulus untuk terhubung, melainkan tentang menjaga eksistensi dalam dunia maya yang bergerak begitu cepat. 

Setiap momen, dari yang monumental hingga yang biasa-biasa saja, bisa menjadi konten potensial. Sarapan pagi, outfit hari ini, lokasi nongkrong, hingga ekspresi emosi pun terekam dan dibagikan demi menjaga ritme keterlihatan.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah kita benar-benar hidup untuk diri sendiri, atau justru untuk dinikmati orang lain? Apakah momen-momen yang kita alami masih punya makna pribadi, atau sudah dikonstruksi agar tampak menarik bagi publik?

Tanpa disadari, kebiasaan ini dapat mempengaruhi cara kita memaknai kebahagiaan, pencapaian, dan keintiman. Alih-alih merasakan hidup secara utuh, kita sibuk mengemasnya agar tampak sempurna. 

Lebih jauh, persoalan ini juga menyentuh ranah keamanan. Semakin banyak informasi pribadi yang kita bagikan secara terbuka mulai dari lokasi tinggal, rutinitas harian, hingga detail keluarga semakin besar pula potensi risiko yang mengintai. Di balik layar, tidak semua orang yang melihat unggahan kita memiliki niat baik. 

Informasi yang tampak sepele seperti waktu liburan, plat nomor kendaraan, atau nama sekolah anak bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk tujuan manipulatif, pencurian identitas, hingga tindakan kriminal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun