Di kalangan pejabat dan pengusaha, open house juga sering kali menjadi panggung bagi kepentingan tertentu. Bukan lagi sekadar menjamu tamu, tetapi juga membangun jejaring, memperkuat pengaruh, atau bahkan melakukan lobi-lobi politik dan bisnis secara terselubung.Â
Dalam suasana yang seharusnya penuh kebersamaan, ada dinamika kepentingan yang bermain di balik meja jamuan.
Budaya "Open Amplop" yang Makin Mengakar
Selain kemewahan yang mencolok, fenomena lain yang semakin terlihat adalah budaya open amplop. Awalnya, tradisi memberi amplop lebih identik dengan anak-anak yang menerima uang Lebaran dari keluarga sebagai bentuk kasih sayang.Â
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, praktik ini berkembang ke arah yang lebih kompleks, terutama dalam lingkungan pejabat, pengusaha, dan tokoh masyarakat.
Di banyak acara open house, tamu yang datang tidak hanya membawa doa dan ucapan selamat, tetapi juga amplop berisi uang sebagai tanda penghormatan atau, dalam beberapa kasus, sebagai bentuk investasi hubungan.Â
Bagi pejabat atau pemilik bisnis, momen ini bisa menjadi ajang untuk mempererat koneksi atau bahkan mengamankan kepentingan tertentu.Â
Tidak jarang, amplop yang diberikan mengandung maksud tersembunyi entah untuk menjaga hubungan baik, menunjukkan loyalitas, atau sebagai bagian dari praktik gratifikasi terselubung.
Sebaliknya, ada pula tuan rumah yang justru menyiapkan amplop untuk para tamunya. Hal ini sering terlihat dalam acara open house yang diselenggarakan oleh pejabat atau orang berpengaruh, di mana mereka membagikan amplop berisi uang kepada tamu tertentu, seperti rekan kerja, pendukung politik, atau masyarakat sekitar.Â
Apa yang awalnya merupakan ungkapan kedermawanan, dalam beberapa kasus, bisa menjadi alat untuk membangun citra atau bahkan mendulang dukungan.
Perlukah Tradisi Ini Dievaluasi?