Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jajan Boleh, Tapi Dagang Dulu Biar Cuan Mengalir!

7 Maret 2025   09:58 Diperbarui: 7 Maret 2025   09:52 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lapak jualan takjil buka puasa (sumber gambar: Facebook/ Ufta

7 Maret, Hari ke-7 Ramadan

Bulan puasa tahun ini terasa beda. Biasanya, tiap sore adik ku sibuk keliling nyari takjil buat buka. Dari es cendol, gorengan, sampai kolak pisang, rasanya pengen beli semuanya! Tapi kali ini, dia memutuskan untuk nggak cuma jadi pembeli, tapi juga penjual.

Bukan karena dipaksa, tapi adik ku sendiri yang kepikiran. Tiap tahun, bulan Ramadan selalu identik dengan jajanan yang menggoda. Jalanan dipenuhi pedagang dadakan yang menawarkan berbagai makanan lezat. Dia mulai mikir, kalau mereka bisa jualan dan dapat untung, kenapa kita nggak coba juga? "Ujarnya"

Akhirnya, dengan modal kecil dan dukungan dari mama, dia  memberanikan diri buat jualan takjil di depan rumah. Awalnya dia agak ragu, takut nggak ada yang beli atau dagangannya nggak laku. Tapi dia yakin, kalau nggak dicoba, kita nggak akan pernah tahu hasilnya. Ramadan kali ini nggak cuma tentang berburu takjil, tapi juga berburu pengalaman baru: belajar usaha!

Awalnya, adik aku cuma iseng bantuin mama bikin takjil. Seperti biasa, setiap Ramadan, mama selalu sibuk di dapur menyiapkan kolak pisang, es buah, dan gorengan buat buka puasa. Dia bantu-bantu sekadar motong-motong buah dan ngaduk santan, sambil sesekali nyicipin (pastinya nunggu bedug dulu, dong!).

Tapi hari itu, adik aku iseng nyeletuk, "Ma, kalau kita jualan takjil gini, laku nggak ya?" Mama langsung ketawa, tapi bukannya nolak, beliau malah bilang, "Ya kalau enak dan murah, pasti ada yang beli." Jawaban mama bikin adik ku kepikiran. Setiap sore, dia lihat banyak orang berburu takjil, termasuk dia sendiri. Artinya, peluang buat jualan tuh gede banget!

Hari pertama, adik aku deg-degan. Takut nggak ada yang beli, takut rasa minumannya nggak seenak yang dijual di luar sana. Dia bolak-balik ngecek meja jualan di depan rumah, memastikan semuanya rapi wadah es buah penuh dengan potongan warna-warni, kolak pisang masih hangat dalam panci, dan gelas plastik sudah siap buat dipakai.

Waktu mulai menunjukkan pukul 4 sore, adik ku duduk sambil berharap ada yang mampir. Lima belas menit berlalu, belum ada tanda-tanda pembeli. Dia mulai cemas. Apa harganya ketinggian? Apa tempatnya kurang strategis?

Tapi tiba-tiba, seorang ibu berhenti di depan meja. "Es buahnya masih fresh, Dek?" tanyanya. Dengan semangat adik ku jawab, "Iya, Bu! Baru jadi barusan." Tanpa ragu, beliau beli dua gelas. Rasanya kayak beban langsung hilang!

Setelah itu, satu per satu tetangga mulai datang. Ada yang beli es buah, ada yang pesan kolak buat buka puasa. Bahkan beberapa anak kecil yang lewat merengek minta dibelikan ke orang tuanya. Adik ku tersenyum lebar ternyata, dagangan pertamaku laku juga! "Ujarnya"

Sekarang udah seminggu adik ku jualan, dan hasilnya mulai terasa. Setiap sore, adik ku nggak lagi bingung mau beli takjil di mana, karena justru dia yang menjualnya. Dari yang awalnya cuma coba-coba, sekarang dia mulai ngerti ritme jualan: kapan harus mulai siapin bahan, jam berapa biasanya pembeli datang paling ramai, dan menu apa yang paling laris.

Es buah jadi favorit banyak orang, terutama kalau cuacanya panas. Kadang ada pelanggan yang balik lagi besoknya karena suka sama rasa dan porsinya. Sepertinya dia senang banget! Ditambah lagi, uang hasil jualan ini mulai kelihatan manfaatnya. Adik ku bisa beli beberapa barang yang sudah lama dia inginkan tanpa perlu minta uang ke orang tua.

Selain cuan, adik ku juga belajar banyak hal. Kita jadi lebih disiplin, harus bangun lebih pagi buat belanja bahan, dan lebih teliti dalam ngatur modal serta keuntungan. Yang paling penting, kita sadar kalau Ramadan bukan cuma soal jajan atau belanja, tapi juga momen buat belajar sesuatu yang baru, termasuk usaha kecil-kecilan. "Katanya"

Bismillah, semoga makin banyak rezeki yang datang. Ramadan masih panjang, masih ada waktu buat cari cuan sambil tetap fokus ibadah. Kita sadar, usaha kecil-kecilan ini nggak cuma soal uang, tapi juga soal belajar tanggung jawab, kesabaran, dan ketekunan.

Setiap sore, adik aku jadi lebih semangat menyambut pelanggan, ngobrol sama mereka, dan melihat senyum puas saat mereka membawa pulang takjil buat keluarga. Ada rasa bangga karena dia nggak cuma jadi pembeli, tapi juga bisa berbagi dengan orang lain lewat jualan ini.

Semoga Ramadan ini membawa berkah bukan hanya buat adik ku, tapi juga untuk semua orang yang berusaha dan berjuang di jalannya masing-masing. Dan siapa tahu, setelah lebaran nanti, kita bisa terus mengembangkan usaha kecil ini jadi sesuatu yang lebih besar. Aamiin!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun