Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kenapa Harga Makanan di Kota Besar Semakin Gila?

20 Februari 2025   17:13 Diperbarui: 21 Februari 2025   14:20 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warung makan (Dok. KOMPAS.com/Yakob Arfin T Sasongko)

Harga makanan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung semakin tidak masuk akal. Sepiring nasi dengan lauk sederhana yang dulu bisa didapat dengan harga terjangkau, kini harganya melonjak drastis. 

Bahkan, makan di warung biasa pun sering kali menguras dompet. Banyak orang mengeluhkan bahwa biaya makan sehari-hari kini hampir setara dengan belanja bulanan beberapa tahun lalu.

Fenomena ini bukan sekadar perasaan atau keluhan semata, melainkan kenyataan yang dirasakan banyak orang. Harga bahan baku yang naik, biaya sewa tempat yang semakin mahal, hingga gaya hidup masyarakat kota yang berubah menjadi faktor utama di balik mahalnya harga makanan. 

Namun, apakah ini hanya tren sesaat, atau tanda bahwa hidup di kota besar akan semakin berat di masa depan?

Salah satu faktor utama adalah naiknya biaya hidup di kota besar. Harga sewa tempat usaha semakin tinggi, terutama di lokasi strategis yang ramai pelanggan. Para pemilik usaha makanan terpaksa menaikkan harga jual agar bisa menutupi biaya operasional mereka. 

Tidak hanya itu, harga bahan baku juga terus melonjak akibat inflasi dan gangguan distribusi. Kota-kota besar sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah, sehingga biaya transportasi yang semakin mahal ikut berperan dalam menentukan harga makanan.

Selain faktor ekonomi, perubahan gaya hidup masyarakat kota juga turut mempercepat kenaikan harga. Banyak orang yang lebih memilih makan di luar daripada memasak sendiri, membuat permintaan meningkat dan memberi celah bagi pelaku usaha untuk menaikkan harga. 

Tren makanan kekinian dan pengaruh media sosial juga berkontribusi. Banyak restoran yang memanfaatkan branding dan strategi pemasaran digital untuk menjual makanan dengan harga lebih tinggi, bukan hanya berdasarkan kualitas, tetapi juga karena daya tarik estetika dan pengalaman yang mereka tawarkan.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah terkait pajak dan regulasi usaha juga mempengaruhi harga makanan. Beberapa kota besar memberlakukan pajak tinggi bagi bisnis kuliner, terutama yang memiliki omzet besar. Pajak ini akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga makanan yang lebih mahal.

Selain itu, gaya hidup masyarakat kota turut mempercepat kenaikan harga. Di era serba instan ini, banyak orang lebih memilih makan di luar atau memesan makanan melalui aplikasi dibanding memasak sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun