Mohon tunggu...
M. A. Ulin Nuha
M. A. Ulin Nuha Mohon Tunggu... Penulis Kadang Kolo

Belajar Oret-oretan, menggoreskan sebuah tinta pelan-pelan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Peradaban Islam: Irak

15 Juli 2025   14:35 Diperbarui: 16 Juli 2025   00:27 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk meningkatkan efisiensi administrasi, Mu'awiyah mendirikan kantor pos dan memperkenalkan penggunaan stempel. Beliau juga berhasil menaklukkan beberapa wilayah Bizantium, memanfaatkan konflik internal yang terjadi di dalam kekaisaran tersebut. Selain itu, Mu'awiyah memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga ke Afrika Utara, dengan menugaskan Uqba ibn Nafi untuk merebut Kairouan (di wilayah Tunisia modern) dan wilayah Maghrib. Dalam proses perluasan wilayah ini, selain kekuatan militer, diplomasi, perdagangan, dan penyebaran agama Islam juga memainkan peranan penting. Penaklukan wilayah Afrika Utara ini membuka jalan bagi penaklukan Spanyol dan Portugal di kemudian hari.

Umar bin Abdul Aziz (717-719 M)

Umar bin Abdul Aziz, yang juga dikenal sebagai Umar II, meskipun berasal dari dinasti Umayyah yang cenderung otoriter, dikenal sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Beliau mengembalikan tanah-tanah yang pernah disita secara tidak sah, menghapus berbagai pajak yang dianggap tidak adil, dan mengelola keuangan negara dengan sangat baik. Pembagian zakat pada masanya juga tepat sasaran. Umar II mengganti para pejabat yang korup, menerapkan sistem audit yang ketat, dan selalu menekankan pentingnya keadilan dalam pemerintahan.

Umar II menunjukkan sikap toleran terhadap pemeluk agama lain, menghapus pajak jizyah bagi mereka, dan memberikan dukungan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Beliau menjalani kehidupan yang sederhana, mengembalikan hak-hak keluarga Ali bin Abi Thalib yang sempat terabaikan, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Meskipun masa pemerintahannya relatif singkat, reformasi yang beliau lakukan memberikan dampak yang signifikan. Beliau diduga wafat karena dibunuh pada tahun 720 Masehi.

Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)

Hisyam bin Abdul Malik dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan berhasil menjaga stabilitas kekhalifahan Umayyah. Beliau melakukan reformasi dalam bidang administrasi, mengelola keuangan negara dengan baik, dan berhasil memperluas wilayah kekhalifahan hingga mencapai perbatasan Cina. Selain itu, beliau juga memberikan dukungan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan pembangunan infrastruktur.

Meskipun pemerintahannya terbilang sukses, Hisyam menghadapi berbagai pemberontakan dan konflik di wilayah perbatasan. Beliau dikenal sebagai seorang yang taat beragama, membangun banyak masjid, dan memberikan dukungan kepada para ulama. Pada masa pemerintahannya, terjadi perpaduan budaya antara Arab, Persia, dan Bizantium. Penerjemahan karya-karya ilmiah dari berbagai bahasa juga sangat digalakkan. Setelah wafatnya, kekhalifahan Umayyah mulai mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh pada tahun 750 Masehi.

Meskipun berhasil mencapai puncak kejayaan selama hampir satu abad, Dinasti Umayyah mengalami kemunduran yang disebabkan oleh berbagai faktor sosial, politik, dan ekonomi. Kemewahan hidup di kalangan keluarga istana menyebabkan para penerus dinasti tidak mampu memikul tanggung jawab kekuasaan dengan baik. Pemborosan dan gaya hidup duniawi seperti mabuk-mabukan, korupsi, dan kesenangan dengan para selir memicu terjadinya konflik internal dan melemahkan fondasi dinasti.

Banyak kelompok masyarakat yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Dinasti Umayyah, di antaranya adalah kelompok Mawali (Muslim non-Arab), kelompok Syiah (pengikut Ali bin Abi Thalib), dan kelompok Khawarij. Kelompok Mawali merasa diperlakukan tidak adil dan tidak mendapatkan hak-hak yang setara dengan bangsa Arab. Ketidakpuasan juga muncul akibat tidak adanya aturan yang jelas mengenai mekanisme pergantian khalifah, yang menyebabkan persaingan tidak sehat di dalam keluarga istana. Selain itu, istana juga dianggap tidak netral dalam menghadapi konflik antar suku, seperti perselisihan antara suku Mudhariyah dan Himyariyah.

Kelemahan Dinasti Umayyah semakin terlihat pada masa pemerintahan Khalifah Umar II, yang kebijakannya dianggap terlalu lunak oleh sebagian pihak. Hal ini membuka jalan bagi kebangkitan kekuatan baru yang dipimpin oleh keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (Dinasti Abbasiyah). Abbasiyah mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan berbagai kelompok yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Umayyah. Pengaruh Abbasiyah semakin kuat setelah wafatnya Umar II. Propaganda menjadi senjata ampuh untuk menyerang legitimasi Umayyah, dengan mengklaim diri sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW yang lebih berhak atas kekhalifahan. Gerakan Abbasiyah dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani, yang berhasil memicu konflik antara suku Mudhariyah dan Himyariyah, serta melemahkan loyalitas kelompok Syiah terhadap Umayyah.

Abbasiyah terus memperkuat diri dan akhirnya memproklamasikan berdirinya dinasti baru pada tahun 746 Masehi. Umayyah berusaha untuk mempertahankan kekuasaannya dengan menangkap dan membunuh salah satu pemimpin Abbasiyah, Ibrahim al-Imam. Namun, tindakan ini justru memicu saudara Ibrahim, yaitu Abu al-Abbas as-Saffah, untuk memimpin gerakan dan berperang melawan Umayyah. Peperangan sengit terjadi di sekitar Sungai Zab, yang berakhir dengan kekalahan telak dan kematian Khalifah Umayyah terakhir, Marwan II, beserta Yazid bin Umar. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Umayyah dan dimulainya era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. (Maulidan et al., 2024)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun