Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kiat Menyelesaikan Skripsi Tepat Waktu

19 September 2025   11:15 Diperbarui: 19 September 2025   13:23 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skripsi sebaiknya dilihat sebagai proyek maraton, bukan sprint | Ilustrasi oleh StartupStockPhotos via Pixabay

Saya menulis skripsi setiap pagi selama tiga jam sebelum melakukan aktivitas lain. Pada jam-jam awal inilah saya memiliki energi paling banyak dan otak paling segar, kemudian sisanya saya gunakan untuk mengikuti kelas, mengerjakan tugas, hang out, dan seterusnya. Itulah sebabnya saya jarang bisa dihubungi di pagi hari, dan untungnya orang-orang terdekat saya mengetahui itu dengan baik.

Namun pada saat yang sama, saya juga tidak membiarkan tugas terpenting melebar tanpa batas dan menelan seluruh hidup saya. Hidup tidak monolitik. Tugas mendesak tetap harus diselesaikan. Saya pikir ungkapan yang lebih tepat adalah menetapkan batasan yang jelas antara keduanya dan berusaha untuk selalu taat padanya. Itu bisa berarti hobi tidak boleh menginterupsi jam produktif saya, begitu pula tugas terpenting tidak boleh menghapus hobi, relasi, atau jeda istirahat.

Prinsip ini berlaku umum: pilih apa yang paling penting, dan lakukan itu lebih dulu sebelum lelah datang.

Kebahagiaan dalam menjalani perkuliahan, atau dalam mencapai target jangka panjang apa pun, bergantung pada prinsip tersebut. Hal-hal mendesak tidak ada habisnya dan akan selalu menuntut perhatian: pesan WhatsApp menumpuk, kelas padat, tugas kuliah berjejer, dan/atau teman meminta bantuan. Semua ini tidak harus diabaikan; poin utamanya adalah melindungi jam terbaik untuk hal terpenting, kemudian membiarkan sisanya menemukan tempatnya masing-masing.

Dan tentu, membangun kebiasaan semacam itu sulit dan memakan waktu. Beberapa orang memotivasi diri dengan semacam self-reward sebelum atau sesudah melakukan hal penting (“saya boleh menonton Netflix setelah menyelesaikan satu bab skripsi”). Namun, trik seperti itu jarang bertahan lama. Motivasi yang berkelanjutan harus terletak pada skripsi itu sendiri. Dan lagi-lagi, ini sangat sulit karena, jujur saja, tidak ada yang benar-benar suka menulis skripsi.

Setidaknya, tidak pada awalnya. Orang bisa menemukan sesuatu yang membuatnya entah bagaimana menikmati proses mengerjakan skripsi, sesuatu yang membuatnya tidak keberatan untuk kembali esok hari, bahkan menantikannya. 

Dalam kasus saya, itu terletak pada topik skripsinya: politik kesepian. Konon, orang paling antusias apabila menulis tentang sesuatu yang sangat relevan dengan dirinya. Saya sungguh-sungguh mengikuti anjuran itu.

Sadar bahwa skripsi akan menjadi proses yang panjang, saya memilih topik yang kira-kira mencegah saya putus semangat di tengah jalan.

Topik politik kesepian menguntungkan saya dalam dua hal. Pertama, saya sudah membaca literatur tentangnya sejak semester tiga, dan saya menyimpan banyak catatan sebagai hasilnya. Jika itu dihitung sebagai bahan skripsi, maka sebenarnya saya sudah menyicil skripsi sejak semester tiga. Artinya, meskipun saya lulus paling cepat, saya sebenarnya bergulat dengan skripsi lebih lama daripada kebanyakan orang.

Kedua, saya sendiri memang sudah familier dengan perasaan menyedihkan tersebut sejak awal kuliah, yang membuat saya memiliki ikatan batin yang kuat dengan penelitian ini. Itulah sebabnya saya menikmati proses menulis skripsi: alih-alih menjadi beban, itu berubah menjadi petualangan mencari jawaban atas kesusahan pribadi saya sendiri. Berkat dua hal inilah saya bertahan dan mampu menemukan kegembiraan, sekecil apa pun itu, selama prosesnya yang panjang dan berliku.

Tentu saja, itu tidak berarti saya tidak pernah melanggar kebiasaan saya. Pernah. Terkadang hidup menginterupsi dan memaksa saya berhenti. Malah adakalanya saya sengaja berhenti, karena sadar bahwa menekan diri lebih jauh hanya memberi hasil yang semakin kecil. Ketika buntu dan tak tahu jalan keluar, saya mundur dan mengambil jeda, bisa berhari-hari atau beberapa minggu. Saat kembali dengan kondisi yang lebih bugar, saya dapat melihat dengan lebih jernih. Jalan keluar tiba-tiba muncul, tidak hanya satu tetapi bercabang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun