Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Negeri Air Mata

1 Agustus 2021   15:21 Diperbarui: 1 Agustus 2021   15:30 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semesta tidak berkewajiban untuk masuk akal bagi kita | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Jelas jawaban itu membuat Antares terhenyak. Matanya terbelalak dan hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan putrinya. Tapi dia hanya bergeming, coba membiarkan Najma untuk meresapi kata-katanya sendiri, memastikan gadis kecilnya tidak sembarang berucap.

"Tidakkah terlalu sendu untuk menamakan sebuah tempat dengan Negeri Air Mata?" tanya Najma, "Dan itu cukup ambigu: apakah mereka menangis sedih atau justru menangis bahagia? Kuharap yang pertama adalah benar."

"Sebenarnya Ayah tidak pernah berhasil untuk membuktikan bahwa daerah danau Rossvatnet dijuluki Negeri Air Mata. Mungkin Ibu hanya mengarang saja, karena yang terpenting, kisah Alhena menggambarkan ironi kehidupan."

"Itulah yang membuatku yakin bahwa Negeri Air Mata adalah di danau Savero ini," tegas Najma yang membuat Antares berpikir ulang.

"Ah, iya, itu mungkin saja. Tapi tahukah kau tentang sesuatu yang lebih janggal dari itu?"

"Tidak, tapi semenjak awal aku selalu merasa adanya keterkaitan antara aku, Ayah, Ibu, dan Alhena."

Dalam hati, Antares bergumam kaget bahwa gadis kecilnya benar-benar mengerti tentang intuisi. Dia pun berucap, "Ya, semua nama kita merefleksikan bintang. Dalam bahasa Arab, Najma berarti bintang.

"Dan Antares, nama Ayah sendiri, adalah bintang merah super raksasa di rasi Scorpio. Celena, nama Ibu, berarti bintang dalam bahasa Yunani. Dan betapa kebetulannya, Alhena merupakan nama sebuah bintang raksasa putih di rasi Gemini."

Najma memandang ayahnya dalam-dalam dan berkata, "Sekarang Ayah harus percaya bahwa aku sudah mengerti tentang intuisi. Tapi karena semua nama kita merefleksikan bintang, aku menjadi tahu bahwa kita seindah bintang-bintang."

Antares tersenyum sembari mengusap rambut Najma yang begitu dingin nan lembut. "Kau benar, sebab itulah keajaiban lain dari bintang-bintang: mereka bisa membagikan keindahannya hanya dengan nama-namanya."

Najma bangkit dari duduknya dan menuntun Antares menuju tepian danau di kepekatan malam yang juga gemilang. Mereka duduk di tepian, menatap pantulan mereka sendiri di permukaan danau, dan Antares benar-benar larut dalam kekaguman akan dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun