Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Tombol "Suka" di Media Sosial Menjebak Kita

8 Mei 2021   11:49 Diperbarui: 8 Mei 2021   15:55 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tombol Reactions sebagai pelengkap tombol Like untuk mengekspresikan banyak reaksi.(Facebook via tekno.kompas.com)

Siapa yang sedang populer di media sosial, atau bahkan di dunia nyata? Pergi dan bukalah Facebook atau Instagram Anda, cari konten dengan jumlah "suka" terbanyak menggunakan fitur yang ada, maka Anda telah mendapatkan jawabannya.

Inilah yang sering kali membengkokkan kepribadian kita. Siapa pun yang Anda kenal di media sosial belum tentu adalah seseorang yang Anda kenal di dunia nyata.

Seseorang bernama "Santo" dapat berubah menjadi "Santi" ketika menampilkan diri di media sosial. Dia dapat berpenampilan berbeda demi mengejar jumlah "suka", dan mungkin dengan cara mengorbankan apa yang dia miliki di dunia nyata.

Tombol "suka" memang dapat menjadikan kita lebih peka terhadap permasalahan yang sedang melanda dunia. Dengan fitur tersebut, kita dapat mengetahui apa pun yang sedang dibicarakan banyak orang.

Meskipun kebanyakan dari kita menanggapinya dengan cara negatif, tapi kita menjadi lebih peka terhadap fenomena global ketimbang masa-masa sebelumnya.

Dan ini juga yang membuat kita mendapatkan masalah.

Bayangkan jika setiap kali Anda pergi ke bank, Anda mendapatkan saldo. Tetapi Anda juga dapat melihat saldo milik orang lain. Begitu pula orang lain, mereka dapat melihat jumlah saldo milik Anda.

Itu akan menyebabkan orang merasa kesal atau tidak puas dengan apa yang mereka miliki karena reaksi spontan mereka adalah membandingkannya. Kita suka membandingkan segala sesuatu.

Begitulah tombol "suka" membuat kita tidak puas terhadap apa yang kita miliki. Kita melihat jumlah "suka" konten orang lain. Ketika konten itu mendapatkan jumlah "suka" yang banyak, kita ingin menirunya.

Kita tidak ingin menjadi unik dan hanya ingin jumlah "suka" yang banyak. Kita takut menjadi berbeda karena berisiko tidak populer. Kita melakukan "plagiarisme konten" untuk menawarkan daya tarik yang serupa kepada dunia.

Pada akhirnya, itu tidak menjamin apa pun. Oh betapa malangnya!

Mendistorsi persepsi realitas kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun