"Saya permisi pulang, Tuan. Ibuku pasti sedang menunggu."
"Ya, kamu sedikit nakal."
Anna tertawa lembut merasa tersindir oleh pria itu. Wajahnya sedikit memerah. Ia sedikit menundukkan kepalanya sejenak sebagai tanda hormat dan segera berjalan pulang menuju rumah.
"Aku sering ke sini. Anda bisa menemuiku di kursi yang sama lain waktu," teriak Anna seiring kakinya melangkah.
"Ya, kita akan membicarakan skenario kedua dari teater alam raya," balas pria itu yang sempat membuat Anna berhenti dan berbalik. Tapi Anna ingin merenungkan sendiri; apa maksud dari skenario kedua?
Sepanjang jalan menuju rumah, kebisingan kota tak menghentikan pikiran Anna untuk bekerja. Hatinya terus mengucapkan, "Skenario kedua." Apa maksud pria itu?
***
Sekarang hampir pukul sembilan malam. Anna baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya. Sebelum pergi tidur, ia mengambil buku catatan hariannya lengkap dengan pena di laci meja belajar. Ia membuka lembar ke-22. Anna menulis:
Kita seperti aktor yang tiba-tiba muncul dalam sebuah pertunjukan teater. Tentu seorang sutradara sudah mempunyai skenarionya. Dan seiring waktu, para aktor perlahan tahu isi skenario itu. Sebagian menjalankan peran sesuai skenario, dan yang lain tak ingin bermain dengan skenario. Mereka seperti para pelawak. Karenanya mereka yang bermain tanpa skenario patut ditertawakan sebab sering mengabaikan akalnya sendiri. Barangkali mereka lupa bahwa skenario itu adalah kunci keberhasilan para aktor.Â
Tapi, mungkin juga kita sedikit lupa, bahwa Sang Sutradara juga Sang Pencipta. Ya, Dialah Sang Pencipta skenario dan para aktor. Dia berkuasa atas segala sesuatu yang ada di pertunjukan teater raksasa ini. Dan itu berarti, Dia mempunyai skenario kedua. Para aktor tidak bisa terhindar dari skenario kedua ini. Semua terjadi berdasarkan skenario kedua Sang Sutradara. Satu-satunya yang membedakan, adalah cara para aktor dalam menanggapinya.
Tapi, aku bahkan cukup ragu, mungkin itu pun sudah tercatat di dalamnya juga. Yang pasti, Tuhan bukan seorang dalang!Â