Keluarga merupakan fondasi utama dalam pembentukan karakter dan perkembangan psikologis seorang anak. Di sinilah individu pertama kali belajar tentang cinta, rasa aman, komunikasi, dan nilai-nilai kehidupan. Namun, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsi ini dengan baik. Dalam beberapa kasus, keluarga justru menjadi sumber konflik dan tekanan, kondisi ini dikenal sebagai disfungsi keluarga.
Apa Itu Disfungsi Keluarga?Â
Disfungsi keluarga merujuk pada kondisi di mana relasi antar anggota keluarga tidak berjalan secara sehat dan harmonis. Konflik yang berkepanjangan, hilangnya kehangatan, serta ketidakhadiran rasa saling menghargai menjadi ciri utama dari situasi ini. Sebuah keluarga dikatakan mengalami disfungsi ketika terjadi ketidakseimbangan dalam peran orang tua, lemahnya komunikasi interpersonal, serta kegagalan dalam menjalankan fungsi sosial dan emosional secara normal.Â
Remaja yang tumbuh dalam keluarga seperti ini rentan mengalami gangguan perkembangan jiwa. Mereka berisiko lebih tinggi memiliki kepribadian antisosial, kesulitan dalam membangun kepercayaan diri, hingga mengalami tekanan mental, dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis.
Ciri-Ciri Keluarga Disfungsi
Menurut M. Rutter dan Hawari, beberapa ciri dari keluarga disfungsi antara lain:
Kematian salah satu atau kedua orang tua.
Perceraian atau perpisahan dalam rumah tangga.
Hubungan yang buruk antara orang tua maupun antara orang tua dan anak.
Lingkungan rumah yang penuh ketegangan, tanpa kehangatan emosional.
Orang tua yang terlalu sibuk, jarang berada di rumah.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!