Hari-hari berikutnya diisi dengan pembelajaran yang tak lazim bagi peneliti muda seperti Rendra. Ia diajak menanam mengkudu, meracik ramuan dari buah yang baru jatuh, menjemur daun di bawah matahari pagi, hingga memfermentasi sari buahnya dengan madu dan air bambu selama tujuh hari tujuh malam.
"Setiap tetes ramuan mengandung doa," kata Mak Ranti.
"Doa?" tanya Rendra sambil menulis catatan.
"Ya. Doa agar manusia tidak lupa: alam bukan pelayan, tapi sahabat."
Rendra mulai memahami filosofi itu. Ia mencatat kandungan kimia yang terdeteksi melalui uji sederhana: morindin, xeronin, dan proxeronin --- senyawa yang memiliki efek antioksidan, antibakteri, dan hepatoprotektif. Ia sadar bahwa ilmu empiris Mak Ranti memiliki dasar ilmiah yang kuat, hanya saja tak pernah dibukukan secara akademik.
Namun di balik ketenangan desa, muncul tantangan. Beberapa warga menganggap Rendra hanya ingin memanfaatkan pengetahuan Mak Ranti untuk keuntungan pribadi.
"Jangan-jangan nanti ilmunya dijual ke perusahaan besar," bisik mereka di warung kopi.
Kabar itu sampai ke telinga Mak Ranti. Ia menatap Rendra dengan mata sayu.
"Benarkah niatmu hanya untuk uang, Nak?"
Rendra tersentak. "Tidak, Mak. Saya hanya ingin melanjutkan cita-cita Ibu saya. Saya ingin dunia tahu bahwa apa yang Mak lakukan selama ini bukan takhayul, melainkan ilmu."
Hening sejenak.
Mak Ranti menghela napas panjang. "Baiklah. Kalau begitu, buktikanlah dengan perbuatan, bukan kata-kata."
Bagian III -- Wajah Kota dan Luka Lama
Dua bulan kemudian, Rendra kembali ke kota dengan membawa sampel ekstrak daun dan buah mengkudu hasil fermentasi alami. Ia melakukan uji laboratorium di kampusnya. Hasilnya mencengangkan: ekstrak tersebut mampu menekan peningkatan enzim hati pada tikus percobaan yang diinduksi bahan toksik, menunjukkan efek penyembuhan yang signifikan.
Rendra bersemangat mengajukan hasil riset itu ke konferensi ilmiah. Namun, dunia akademik tidak semudah yang ia bayangkan.
"Penelitian ini terlalu tradisional," kata salah satu profesor.
"Tidak ada dasar paten, tidak ada uji klinis," ujar yang lain.
Ia ditolak mentah-mentah.
Malam itu Rendra duduk di balkon apartemennya, menatap langit kota yang dipenuhi cahaya lampu. Ia merasa hampa. Dalam hati kecilnya, ia mendengar kembali suara Mak Ranti:
"Ilmu yang lahir dari hati akan diuji oleh dunia, tapi jika sabar, kebenaran akan menemukan jalannya."
Beberapa minggu kemudian, seorang dosen muda bernama Dr. Nadira Halim, pakar farmasi tumbuhan, membaca laporan Rendra secara tak sengaja. Ia menghubunginya dan berkata,
"Saya membaca riset Anda. Mungkin kita bisa uji bersama di laboratorium saya. Saya percaya ada kebenaran di balik metode tradisional itu."
Kerja sama itu dimulai. Mereka mengisolasi senyawa aktif dari ekstrak mengkudu dan menamakan proyek mereka Morinda Vitae --- "Kehidupan dari Mengkudu". Uji lanjutan menunjukkan efek proteksi hati dan peningkatan regenerasi sel. Mereka juga menguji khasiat daun mengkudu untuk luka kulit dan menemukan aktivitas antimikroba alami yang kuat.