Mohon tunggu...
Kuning Hitam
Kuning Hitam Mohon Tunggu... Petani - Komunitas Ranggon Sastra

Semua ini terjadi, lewat tanpa permisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kembalinya Penjaja Koran

11 Februari 2020   23:56 Diperbarui: 12 Februari 2020   00:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus dalam pandangan yang gelap.
Ia bekerja dengan lihai
matanya menjadi nokturnal
jari-jemarinya menjadi taring runcing lalu mencabik-cabik apa yang disentuhnya
menelan habis tanpa sisa

Si penjaja koran yang tak lagi membawa koran.
Mulai tersiksa kekenyangan
mulutnya terus saja mengeluarkan tahak
yang busuk dan menusuk hidungnya sendiri.
Perutnya mulai membengkak tanpa pencernaan.
Hari-harinya penuh penderitaan tak tertahan.
Ia belingsatan, Ia ambil pisau, Ia robek perut yang membengkak
hingga apa yang ada dalam perutnya keluar bermuncratan:
gompalan-gompalan aspal
tiang lampu-lampu jalanan
anak-anak yang bernyanyi
pengemis
pemulung
tukang asongan
pelacur terminal
preman persimpangan
dan Si penjaja koran yang kembali lagi membawa koran.

Matahari selalu tepat waktu.
Bulan menuntun keadaan.
Angin malam menutup lembaran koran.
Si penjaja koran kembali ke jalan.

Jakarta, Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun