Mohon tunggu...
Mudjilestari
Mudjilestari Mohon Tunggu... Freelancer - Author motivator and mompreneur

Author, motivator, and mompreneur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan dari Puncak Sumbing

12 Agustus 2022   08:53 Diperbarui: 12 Agustus 2022   09:02 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Sumbing adalah gunung  volcano aktif dan tertinggi kedua di jawa tengah setelah gunung Slamet. Gunung Sumbing yang memiliki ketinggian 3.371 Mdpl ini  masuk wilayah 3 kabupaten yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo.

"Hati-hati!" seru Dio mengingatkan, ketika melihat langkahku gamang mengambil pijakan.

"Ikuti aku!" perintah Restu, laki-laki bertubuh sedikit lebih pendek dari Dio melewati tubuhku yang kecil supaya bisa mengambil posisi di depan.

Aku mengikuti Restu dari belakang. Phisikku memang tidak lagi sekuat dulu saat masih menjadi anggota mapala, tapi kebersamaan dan persahabatan yang sesungguhnya justru aku rasakan saat berada dalam posisi saat ini. Beberapa kali aku sering mencuri waktu untuk sekadar mendiamkan kaki sejenak. Belum lagi cuaca dan medan yang harus ditempuh tidak selalu bisa diprediksi. Mendaki  gunung memang tidak semudah bayangan untuk mereka yang tidak terbiasa.

"Kalo capek istirahat aja dulu, Ti," ujar Dio berkali-kali menyampaikan, sepertinya dia sangat paham jika teman seperjuangannya berpuluh tahun lalu ini telah banyak berubah. Karena tidak terlatih. Berbeda dengan Dio dan Restu yang hingga usia senja menyapa masih perkasa menakhlukkan puncak yang satu ke puncak lainnya.

"Mendaki itu nggak usah terlalu ngoyo, nikmati perjalanan, kendalikan tenagamu," ujar Restu ketika kami beristirahat di pos 4

"Kita naik gunung itu, untuk menikmati keindahan alam, supaya kita bisa mensyukuri betapa agungnya ciptaan Allah, dan bukan berlomba."

Kata-kata itu yang selalu membuatku termotivasi untuk tidak menyerah, padahal napas ini serasa sudah di ujung tenggorokan. Namun, aku bersyukur, mereka yang sering mendaki gunung, tetapi tetap bersedia menungguku yang tidak sekuat mereka. Tidak ada alasan untuk mengeluh, kedua sahabatku itu  selalu memompakan semangat agar tidak menyerah.

"Mendaki gunung itu ada esensinya. Bukan siapa yang tercepat mencapai puncak, tapi bagaimana harus tetap mengontrol energi agar bisa tetap terjaga sampai tujuan,"ujar Restu yang terus menjajari langkahku.

"Seperti juga hidup, bukan siapa yang tercepat meraih kesuksesan, tapi bagaimana kita bisa menghargai setiap proses yang membawa kita pada puncak kesuksesan," lanjut Restu.

Aku mengangguk, jalur yang dilalui makin ekstrim melewati trek yang tanahnya miring dan berdebu karena saat ini adalah musim panas. Konon jika musim hujan sangat berbahaya.  Setelah menempuh perjalanan lebih dari 2 jam, kami sampai di batu besar yang menumpuk yang disebut Watu Kotak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun