Mohon tunggu...
M Topan Ketaren
M Topan Ketaren Mohon Tunggu... Konsultan Perkebunan (Advisor) at PalmCo Indonesia

Manajer senior dengan pengalaman 31 tahun di industri perkebunan. Bekerja dengan berorientasi pada detail dan pengembangan industri perkebunan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Perkebunan Sawit di Dataran Tinggi: Memahami Batas Ekologis dan Tantangan yang Mengintai

12 September 2025   21:58 Diperbarui: 12 September 2025   21:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suhu Udara Dingin

Selama lebih dari tiga dekade saya menekuni dunia perkebunan, saya telah melihat sendiri bagaimana kelapa sawit menjelma menjadi salah satu komoditas paling penting di Indonesia. Sawit sering disebut sebagai "emas hijau" karena kontribusinya yang luar biasa besar terhadap perekonomian nasional. Komoditas ini bukan hanya menjadi penyumbang devisa utama negara, tetapi juga membuka jutaan lapangan kerja, memberikan peluang usaha bagi masyarakat desa, dan menggerakkan roda perekonomian di berbagai wilayah Indonesia.

Namun, di balik keberhasilan itu, saya sering menyaksikan fenomena yang membuat saya prihatin: masih banyak pihak yang mencoba menanam sawit di lokasi yang tidak sesuai dengan karakteristik tanaman ini, khususnya di daerah pegunungan atau dataran tinggi. Sama halnya seperti pohon apel yang hanya tumbuh optimal di daerah bersuhu sejuk, sawit juga memiliki batasan lingkungan yang jelas. Jika dipaksakan tumbuh di luar zona idealnya, sawit akan sulit berkembang, bahkan dapat menyebabkan kerugian besar, baik secara finansial maupun ekologis.

Dalam artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan yang saya peroleh dari puluhan tahun bekerja di lapangan. Saya akan mengupas secara mendalam mengapa sawit tidak cocok dibudidayakan di dataran tinggi, apa dampak yang mungkin terjadi jika hal itu tetap dilakukan, serta alternatif solusi yang lebih bijak dan berkelanjutan.

Sawit: Tanaman Tropis yang Membutuhkan Kondisi Ideal

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari kawasan tropis Afrika Barat. Tanaman ini berkembang pesat di daerah yang memiliki iklim panas, lembap, dan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Dengan letak geografis Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita memiliki kondisi alam yang sangat ideal untuk sawit, khususnya di dataran rendah.

Berdasarkan pengalaman saya, ada tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan budidaya sawit:

  1. Suhu rata-rata harian yang stabil, berada di kisaran 24--28C.
  2. Curah hujan tahunan yang cukup tinggi, minimal 2.000--2.500 mm per tahun, dengan distribusi merata.
  3. Ketinggian lahan yang tidak lebih dari 400 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Jika salah satu faktor tersebut terganggu, pertumbuhan sawit akan melambat. Semakin jauh kondisi lingkungan menyimpang dari standar idealnya, semakin drastis pula penurunan produktivitas yang terjadi. Saya sering menggambarkan sawit seperti manusia yang memiliki "zona nyaman". Begitu keluar dari zona itu, sawit akan mengalami stres fisiologis, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan vegetatif maupun generatif.

Mengapa Dataran Tinggi Menjadi Tantangan untuk Sawit

Berdasarkan pengamatan langsung di berbagai daerah, saya menemukan setidaknya lima alasan utama mengapa sawit sulit berkembang di dataran tinggi.

1. Suhu Udara yang Terlalu Dingin

Ilustrasi Suhu Udara Dingin
Ilustrasi Suhu Udara Dingin

Suhu merupakan faktor paling krusial dalam budidaya sawit. Di dataran rendah, suhu udara rata-rata berkisar antara 24--28C, yang merupakan kisaran optimal bagi sawit. Namun, di daerah pegunungan, suhu bisa turun hingga 15--20C, bahkan lebih rendah pada malam hari.

Ketika suhu terlalu dingin:

  • Proses fotosintesis terganggu, sehingga daun tidak mampu memproduksi energi yang cukup.
  • Pertumbuhan batang dan pelepah melambat.
  • Jumlah dan ukuran tandan buah segar (TBS) menurun drastis.
  • Kualitas minyak yang dihasilkan juga lebih rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun