Saya pernah mengunjungi kebun sawit yang ditanam pada ketinggian sekitar 600 mdpl. Pohon-pohon sawit di sana tampak kerdil dengan pelepah pendek dan daun berwarna pucat. Produktivitasnya tidak mencapai setengah dari hasil kebun di dataran rendah, sehingga jelas tidak layak secara ekonomi.
2. Gangguan pada Siklus Pembungaan
Sawit memiliki siklus pembungaan yang sangat bergantung pada suhu. Di dataran rendah yang hangat, bunga jantan dan betina muncul secara bergantian dengan ritme yang teratur. Hal ini memastikan penyerbukan berjalan lancar dan menghasilkan buah dalam jumlah maksimal.
Di dataran tinggi, suhu dingin menyebabkan:
- Sinkronisasi pembungaan terganggu.
- Bunga betina sering kali gagal terbentuk sempurna atau muncul dalam jumlah sedikit.
- Penyerbukan tidak sempurna sehingga produksi buah menurun drastis.
Dalam salah satu kasus yang pernah saya tangani, kebun sawit di ketinggian 500--600 mdpl hanya mampu menghasilkan 5--7 tandan per pohon per tahun, jauh di bawah standar normal yang berkisar antara 15--25 tandan.
3. Intensitas Cahaya yang Rendah karena Kabut
Kabut tebal adalah fenomena umum di daerah pegunungan. Kabut ini menghalangi sinar matahari yang sangat dibutuhkan sawit untuk melakukan fotosintesis. Tanpa intensitas cahaya yang cukup:
- Energi yang dihasilkan tanaman tidak memadai untuk pertumbuhan.
- Pembentukan bunga dan buah terhambat.
- Tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit.
Saya pernah melakukan perbandingan antara dua kebun dengan usia tanam yang sama. Kebun di dataran rendah menunjukkan daun yang hijau segar dan batang yang kokoh, sementara kebun di daerah berkabut tampak kurus, pucat, dan tidak produktif.
4. Struktur Tanah yang Tidak Sesuai
Sawit memerlukan tanah yang dalam, gembur, dan memiliki drainase yang baik. Di daerah pegunungan, kondisi tanah sering kali berbatu, dangkal, dan berada pada lahan dengan kemiringan yang curam. Akibatnya:
- Akar sawit tidak dapat berkembang sempurna, sehingga pohon mudah tumbang.
- Risiko erosi meningkat, terutama saat hujan deras.
- Ketersediaan unsur hara terbatas, yang berdampak pada pertumbuhan dan produksi.
Dalam satu survei yang saya pimpin di daerah pegunungan Sumatera Utara, kedalaman efektif tanah hanya mencapai 30--40 cm, padahal standar minimal untuk sawit adalah 80--100 cm. Kondisi seperti ini jelas tidak ideal untuk perkembangan akar sawit.