Jadi ada dualitas penyikapan terhadap metode kepengarangan ghost-writer di sini? Di dalam dunia akademik ini tidak dapat diterima sedangkan dalam dunia profesional ini kerap terjadi.
Mari memulai dengan pembedaan antara ‘penulis’ (writer) atau bisa juga dianggap sebagai pelaku, dan juga ‘pengarang’ (author). Jika LLM digunakan semacam ‘lampu Aladin’; “Tolong buatkan tulisan!” dan simsalabim tulisan jadi utuh; anggaplah 80 persen dan lalu yang memerintah hanya melakukan kontribusi minor dan tidak signifikan, maka ini yang melanggar etika akademis. Ini seperti kerja kelompok di mana ada anggota kelompok yang hanya ‘titip’ nama tanpa memiliki kontribusi pada hasil tugas kelompok.
Jadi idealnya bagaimana kolaborasi LLM dan pengguna perlu dibangun? Sejauh mana mesin LLM memiliki porsi pengerjaan keseluruhan proses, dan sejauh mana LLM dilibatkan sebatas asisten menulis (co-writer dan bukan co-author)? Bagaimana menemukan kriteria ambang ini?
Dari co-writer, keterlibatannya LLM perlu dipilah lagi; sejauh mana LLM digunakan sebagai instrumen memproses ide/gagasan (co-ideation) dan atau sebagai instrumen mengkonstruksi tulisan (co-formulation).
Sebagai co-writer, LLM dianggap valid sejauh ditempatkan sebagai co-formulation tetapi melewati batas integritas akademik apabila menjadi co-ideation atau bahkan idea generator. Ambang batas ini merujuk pada rumusan lingkup sifat kepengarangan sebelumnya.
Dalam kasus ‘ghost-writer biografer’ B, ia mendatangi tokoh A; tokoh A lalu bercerita sejarah hidupnya; biografer B mendengarkan dan memformulasikan; ini seperti A adalah pengarang dan B adalah LLM. Tetapi di sini seringkali biografer B mengklaimn status kepengarangan meksipun ia bertindak sebagai penulis dan yang memformulasikan tulisan; tetapi bukankah tanpa A tidak ada yang dia tulis? A adalah ‘ideation’ isi cerita, sedangkan kontribusi B adalah formulasi struktur kalimatnya; keduanya memiliki kontribusi yang berbeda. Kepada siapa status kepengarangan diatribusi? Itu adalah kisah hidup A, meskipun B yang menuliskannya.
Atribusi kepengarangan terasa lebih sahih apabila pembuatan biografi bukan bersifat wawancara atau ghost-writer. Biografer B mengumpulkan berkas secara mandiri atas suatu tokoh yang telah wafat misalnya. Tetapi apabila B mewawancarai tokoh A yang masih hidup; bahkan bukan dalam status ghost-writer, atribusi kepengarangan dapat juga diberikan kepada biografer B. Ini semacam dualitas atribusi.
Penutup
Setelah melalui proses refleksi dan diskusi, sampai di sini dapat dirumuskan beberapa pokok kesimpulan. Pertama. Pengarang (author) dan penulis (writer) dapat dibedakan. Meskipun kedua proses tersebut dapat dikerjakan oleh orang yang sama, tetapi prosesnya dapat dibedakan. Kedua. Perlu dipilih di sini bahwa status pengarang yang sah yaitu aspek kepengaraan itu sendiri dan bukan penulisannya (produksi). Ketiga. Aspek kepengarangan melibatkan ide, gagasan, imajinasi, kreativitas, cara pandang, pendekatan masalah, kebaharuan, gaya penulisan, dan formulasi (konstruksi kalimat). Yang terakhir tidak bersifat lebih esensial dibanding yang sebelumnya. Keempat. Kegiatan kepengarangan boleh jadi dikerjakan sekaligus di mana pengarang juga berlaku sebagai penulis; tetapi ada kalanya pengarang melibatkan rekan penulis (co-writer). Rekan penulis sendiri perlu dibedakan dengan rekan pengarang (co-author). Kelima. Rekan penulis bukan sekedar menyalin, namun juga mengkonstruksi agar pesan ‘karangan’ tersampaikan. Ini seperti kepatuhan struktur bahasa agar pesan tersampaikan secara tepat, tetapi bukan gaya bahasa kepengarangan. Keenam. Pengarang adalah seperti pencipta lagu dan rekan penulis seperti pengubah lagu. Gubahan bukan lagu ciptaan itu sendiri, meskipun itu tetap dapat membuat lagu memiliki nuansa yang berbeda.
Sebab LLM yang semakin maju mampu difungsikan sebagai pengarang atau penggubah karya dan bahkan keduanya; penyikapan penggunanya yang menentukan sejauh mana hasil karya dari LLM ini memenuhi kriteria kepengarangan. Dari sana, atribusi dapat disematkan secara proporsional dengan transparan dan akuntabel. Sebab hanya manusialah subjek dari teknologi ini.
Daftar Bacaan
- Floridi, L., & Cowls, J. (2019). A unified framework of five principles for AI in society. Harvard Data Science Review. https://doi.org/10.1162/99608f92.8cd550d1
- Bender, E. M., Gebru, T., et al. (2021). On the Dangers of Stochastic Parrots. FAccT '21: ACM Conference on Fairness, Accountability, and Transparency. https://doi.org/10.1145/3442188.3445922
- Marcus, G., & Davis, E. (2020). Rebooting AI: Building Artificial Intelligence We Can Trust. Pantheon.
- Birhane, A. (2021). Algorithmic injustice: A relational ethics approach. Patterns, 2(2), 100205. https://doi.org/10.1016/j.patter.2021.100205
- Desai, D., & Kroll, J. A. (2017). Trust but verify: A guide to algorithms and the law. Harvard Journal of Law & Technology, 31(1).
- Lund, B. D., Wang, T., Mannuru, N. R., Nie, B., Shimray, S., & Wang, Z. (2023). ChatGPT and a New Academic Reality: AI-Written Research Papers and the Ethics of the Large Language Models in Scholarly Publishing. JASIS&T. http://dx.doi.org/10.1002/asi.24750
- Lund, B. D., & Wang, T. (2023). Chatting about ChatGPT: How may AI and GPT impact academia and libraries? Library Hi Tech News.