Ada banyak bentuk kepengarangan yang prosesnya tidak melulu dilakukan oleh seseorang sendirian melainkan dalam pelbagai bentu kolaborasi. Variasi dari bentuk kepengarangan ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Model Kepengarangan.
Jika dilihat pada Tabel 1., nampak bahwa pelaku kepengarangan dapat sangat bervariasi dan bersifat kolaboratif. Kalau demikian bagaimana menyematkan atribusi otentik status kepengarangan? Dalam beberapa kasus ketika tidak ada kontribusi tunggal, mungkin yang lebih penting “Bagaimana menempatkan atribusi yang layak untuk setiap para kontributor dari upaya kolaborasi tersebut?”.
Lebih lanjut muncul pertanyaan lain, apakah yang ‘dapat’ dilakukan juga ‘boleh’ (pantas) dilakukan? Apakah problem etis dapat muncul dalam model-model kepengarangan ini? Apakah akuntabilitas, transparansi, atribusi, dan pengakuan yang layak dalam penyingkapan kepengarangan dapat menjadi problem etis? Jika ya, problem etis apa itu? Apakah integritas kejujuran?
Jika pada Tabel 1. Model Kepengarangan, dapat dilihat bagaimana proses kepengarangan berlangsung, yang menjadi persoalan berikutnya bagaimana transparansi tadi ‘disingkap’ secara akuntabel dengan atribusi kredit dilakukan secara proporsional pada masing-masing-masing pihak secara layak.
Pengungkapan ini, selanjutnya bukan hanya terkait dengan persoalan integritas kejujuran, tetapi juga berdampak pada konsekuensi ekonomis seperti hak akan kekayaan intelektual (HAKI) atau pengakuan profesionalitas akan kepakaran seseorang dalam bidangnya.
Untuk itu penggunaan LLM juga perlu mempertimbangkan dampaknya pada acuan-acuan integritas akademis, seperti pada Tabel 2., berikut ini:
Tabel 2. Aspek Integritas Akademis dalam Kepengarangan. Tabel ini disusun oleh ChatGPT berdasarkan arahan prompt dari penulis.
Diskusi
Dengan menggunakan Tabel 1. dan Tabel 2., di sini kombinasi keduanya menghasilkan ‘kriteria penilaian dimensi kepengarangan’.
‘Kepengarangan’ (authorship) adalah klaim keterlibatan seseorang dalam suatu karya tulisan, sedangkan ‘penulis’ adalah yang mengerjakan proses penulisan. Jadi keduanya perlu dibedakan. Dalam model kepengarangan ghost-writer; ‘pengarang’ boleh jadi A sedangkan ‘penulis’ adalah B. Dengan demikian B disebut sebagai ghost-writer. Ghost-writer seolah ‘mengalihkan’ status kepengarangan terhadap A, misalkan sebagai pihak yang membiayai proyek penulisan. Ini seperti menjual lisensi dan juga hak ciptanya. Meskipun di dalam konteks HAKI, pembuat (pencipta) tetap dapat mengakui kepengarangannya. Dalam konteks ghost-writer, keotentikan penulis disembunyikan dalam perjanjian pengalihan status kepengarangan.