"Malas bercanda sesak di nafas." -Engkong Felix
Sebenarnya aku heran. Hampir seluruh kompasianer itu serius. Termasuk Gen Y dan Z yang sebenarnya terlalu muda untuk terlalu serius. Sesekali jadi wamen cosplay ketangkap basah oleh KPK, kek, kan lucu, ya.
Indikasinya judul-judul artikel di Kompasiana. Sukar sekali menemukan judul yang nyeleneh, ringan, apalagi kocak. Kebanyakan serius macam judul skripsi. Padahal bukankah Gen Y dan Z itu anti-skripsi?
Mengapa sih judul artikel mesti serius banget? Emangnya kalau  gak serius lalu  dianggap bukan judul artikel gitu, tapi ujaran anggota DPR atau wamen? Atau berharap artikelnya dilirik Admin K untuk naik jadi Artikel Utama (AU)? Bah, obsesif banget sih pada AU.
AU ora AU sing penting AUIEO ..! Gak ada orang jadi bisulan pantatnya gara-gara artikelnya gagal AU di Kompasiana, by the way. Buktinya Pak Tjip, Uda Merza, Aki Hensa, Mas Susy, Acek Rudy, dan Ayah Tuah gak bisulan, tuh pantatnya. Gak percaya, periksa sendiri sana.
Dulu, ya, dulu tahun 2010-an, Kompasiana itu ramai dengan artikel candaan. Biasanya masuk kanal "Humor". Â Tapi kemudian, kalau gak salah ingat, kanal "Humor" sempat ditutup. Mungkin Admin K takut Kompasiana berubah jadi platform blog hahahihi.Â
Aku dulu protes keras atas pembredelan kanal "Humor" itu. Lha, orang mau bercanda dan ketawa kok dilarang. Itu kan HAM, ya.
Belakangan hari kanal "Humor" muncul lagi. Tapi gak begitu laku. Mungkin karena di Senayan dan Kementerian banyak yang lebih lucu.Â
Lha, apa gak lucu kalau ada anggota DPR bilang dirinya joged karena dia artis? Ngartis kok di Senayan, ya. Lagian apakah joged itu fungsi utama artis?
Juga, apakah tidak lucu kalau ada anggota DPR yang bilang  frasa "manusia paling bodoh" itu adalah sinonim "manusia paling pintar"? Â
Atau kurang lucukah jika seorang hakim memutus bersalah seorang mantan menteri karena antara lain kebijakannya memihak kapitalis? Lha, menteri bidang ekonomi mana sih di negara ini yang kebijakannya tidak melayani antara lain kapitalis? Menteri Koperasi dan UMKM? Hmm, yakin kebijakannya anti-kapitalis?Â
Tapi aku sih tetap setia nulis candaan  di Kompasiana. Dulu terutama untuk  merisak Admin K yang menurutku suka nganeh-nganehi. Tapi belakangan hari Admin K semakin bener ulahnya. Akibatnya jarang kurisak.
Tapi aku gak kurang akal sih. Ganti sesama kompasianer yang kujadikan korban risakan. Bukan karena mereka aneh atau salah atau apalah. Cuma mau bercanda saja. Boleh, kan?Â
Apakah mereka sakit hati aku risak? Gak juga tuh. Malah ada yang ketagihan. Tubuhnya pwgel-pegel kalau gak kurisak. Â Bahkan ada yang menyodorkan diri untuk kurisak. Ogahlah. Pasrah nyodorin diri gitu kan murahan, ya. Emangnye kita laki apaan, gitu.
Akhir-akhir ini yang sering aku risak adalah Pak Tjip dan Ayah Tuah. Bukan karena mereka menyebalkan atau bikin salah. Â Gak ada salahnya pun mereka akan kusalah-salahkan. Namanya juga bercanda.
Banyak bacotku di atas cuma pengantar saja. Agar tulisan ini lebih dari 70 kata saja. Jadi sah sebagai artikel. Â Padahal aku cuma mau bilang kakimat ini: "Ayo bercanda di Kompasiana."
Sebenarnya aku bisa juga sih nulis puisi untuk menyiasati. Tapi nanti Ayah Tuah ngamuk-ngamuk lagi. Sebab puisiku jauh lebih jelek dari puisinya tapi selalu dilabel "Pilihan" oleh Admin K.
Oh ya, kalau puisiku "lebih jelek" dari puisi Ayah Tuah, berarti puisi Ayah Tuah "jelek" dong, ya. Â Skalanya dari nilai 1 sampai 3 kan gini: Sangat Jelek, Jelek, Lebih Jelek. Â Betul, kan logikaku? Â [eFTe]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI