Menjadi saksi itu menyenangkan, kecuali di pengadilan. Â Di tempat terakhir ini, Â secara psikis, batas terdakwa dan saksi itu serambut dibelah tujuh. Kadang saksi serasa terdakwa.
Menjadi saksi itu menyenangkan bila berkenaan dengan gejala alam semesta. Tak ada yang menginterogasimu. Tapi dirimulah yang berbincang dalam diam dengan alam raya. Embuh piye carane, ojo takon.
Begitulah, dini hari tadi Senin 8 September 2025 aku menjadi saksi gerhana bulan total. Termasuk langka itu  untuk warga Jakarta Selatan. Terakhir tiga tahun lalu. Tapi aku tak saksikan karena jatuh lelap.Â
Dini hari, pukul 01.30 WIB aku dibangunkan istriku, "Bangun, kamu ditunggui gerhana, tuh." Aku langsung melompat, lupa usia.Â
Kusambar ponsel, lalu memburu ke pekarangan depan. "Apapun hasilnya, harus kuabadikan. Bukti saksi," pikirku. Sebab sempat terpikir juga kalau-kalau kompasianer Ayah Tuah atau Merza Gamal nanti bilang, "No pic means hoax," sambil menyeringai.
"Kesaksian itu," kata seorang jaksa pemeriksa suatu saat padaku, "adalah apa yang Saudara ketahui secara obyektif dari melihat, mendengar, dan membaca." Baiklah, kesaksian kali ini adalah hal yang obyektif kulihat dan kurekam dengan kamera ponselku.
Berikut  adalah  foto-foto asli hasil jepretanku, sebagai bukti aku telah menyaksikan gerhana bulan total pada dini hari Senin 8 September 2025. Foto-foto ini, apa adanya,  aku abadikan dengan kamera ponsel "klasik"-ku pada detik-detik terjadinya gerhana total penuh, pukul 01.54 sampai 02.03 WIB. Puncak gerhana total pada pukul 01.58 WIB.