Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyingkap Pesona Sisi Barat Danau Toba

9 Desember 2021   05:05 Diperbarui: 10 Desember 2021   14:40 10997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan Danau Toba dengan latarbelakang Pulau Simamora-Tipang dilihat dari arah pantai Desa Tipang, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbahas (Foto: riyanthi sianturi/desawisatatipang.com) 

Pesona lembah tampak dari puncak bukit, pesona bukit terlihat dari dasar lembah.  Sisi barat Danau Toba memiliki semua itu.

Kisah Boru Pareme dan Keturunannya

Orang Batak pertama yang merintis pemukiman baru di sisi barat Danau Toba, keluar dari  Sianjurmulamula, adalah Boru Pareme dan keturunannya. Itu kesimpulan bila merujuk turi-turian, tuturan asal-usul generasi awal orang Batak.

Dikisahkan, Boru Pareme adalah generasi ketiga orang Batak. Dia adalah salah seorang putri Raja Tateabulan, generasi kedua orang Batak yang bermukim di Sianjurmulamula, desa pertama orang Batak.  Tateabulan, atau Ilontungon, adalah leluhur Batak belahan Lontung.

Sianjurmulamula berada di lembah subur Sagala-Limbong, di kaki barat Gunung Pusukbuhit, pada sisi barat Danau Toba. Desa ini adalah prototipe pemukiman Batak sebagai komunitas lembah.

Sianjurmulamula di Lembah Sagala-Limbong berada di kaki barat Gunung Pusukbuhit, Kabupaten Samosir. Menurut perkisahan, dari tempat inilah Boru Pareme terusir karena perbuatan inses dengan Sariburaja, kakak lakinya (Foto: pesona.travel via marketer.com)
Sianjurmulamula di Lembah Sagala-Limbong berada di kaki barat Gunung Pusukbuhit, Kabupaten Samosir. Menurut perkisahan, dari tempat inilah Boru Pareme terusir karena perbuatan inses dengan Sariburaja, kakak lakinya (Foto: pesona.travel via marketer.com)

Selain Boru Pareme, Tateabulan juga memiliki delapan anak lain. Lima orang putra yaitu Raja Biakbiak, Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, dan Malauraja. Serta tiga orang putri lagi yaitu Boru Paromas, Boru Bidinglaut, dan Boru Nantinjo. 

Sariburaja dan Boru Pareme adalah kakak-beradik lahir kembar yang, setelah remaja, saling jatuh cinta.  Keduanya terbuai cinta, lalu melakukan hubungan badan berulang kali sampai akhirnya Boru Pareme berbadan dua.

Inses antara Sariburaja dan  Boru Pareme  itu aib besar. Rapat keluarga Tateabulan memutuskan untuk membunuh Sariburaja dan membuang Boru Pareme. Tapi, sebelum dieksekusi, Sariburaja sudah lebih dulu lari menyelamatkan diri.

Boru Pareme kemudian dibuang oleh saudara-saudaranya -- Limbongmulana, Sagalaraja, dan Malauraja -- ke sebuah hutan, jauh  di selatan Sianjurmulamula.  Melewati lembah yang kini dikenal sebagai  Harianboho, Sihotang, dan Tamba. Ke satu lembah kosong yang kini dikenal sebagai Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio. Di situ Boru Pareme berdiam di satu tempat yang dinamai Banuaraja.

Lembah Sabulan-Sitiotio Kabupaten Samosir sekarang dilihat dari tengah Danau Toba. Ke tempat ini dulu Boru Pareme dibuang keluarganya. Kampung Banuaraja dulu berada agak di hulu lembah (Foto: wantisitohang.blogspot.com)
Lembah Sabulan-Sitiotio Kabupaten Samosir sekarang dilihat dari tengah Danau Toba. Ke tempat ini dulu Boru Pareme dibuang keluarganya. Kampung Banuaraja dulu berada agak di hulu lembah (Foto: wantisitohang.blogspot.com)

Menurut cerita, Sariburaja kemudian menyusul Boru Pareme ke Banuaraja Sabulan.  Mereka tinggal di situ layaknya suami-isteri. Sampai kemudian lahir Raja Lontung, anak hasil hubungan inses mereka. Segera setelah itu, Sariburaja pergi langlang-buana.

Setelah Raja Lontung menginjak usia dewasa, dia menikahi Boru Pareme, ibunya yang menyaru sebagai pariban, putri pamannya. Dari perkawinan inses itu lahirlah tujuh orang putra yaitu Situmorang, Sinagaraja, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Serta dua orang putri yaitu Boru Amakpandan dan Boru Panggabean. 

Dua putri Raja Lontung kemudian kawin dengan dua putra dari garis keturunan Raja Isumbaon atau Sumba, saudara Tateabulan. Isumbaon adalah leluhur Batak belahan Sumba.

Dituturkan, Boru Amakpandan kawin dengan Sihombing dan Boru Panggabean kawin dengan Simamora. Mereka bermukim di lembah sebelah selatan Sabulan. Tempat itu kini dikenal sebagai Desa Tipang, Kecamatan Baktiraja, Humbahas. 

Desa Tipang  di Lembah Tipang, Kecamatan Baktiraja, Humbahas. Di desa inilah dua putri Boru Pareme, yaitu Boru Amakpandan dan Boru Pangabean dulu bermukim setelah kawin dengan Sihombing dan Simamora (Foto: pidii.info)
Desa Tipang  di Lembah Tipang, Kecamatan Baktiraja, Humbahas. Di desa inilah dua putri Boru Pareme, yaitu Boru Amakpandan dan Boru Pangabean dulu bermukim setelah kawin dengan Sihombing dan Simamora (Foto: pidii.info)

Suatu peristiwa bencana banjir besar di sisi barat danau kemudian membuat keturunan Raja Lontung tercerai-berai dari Banuaraja Sabulan. Hanya Situmorang yang bertahan di situ, pindah ke dekat pantai danau. 

Sinagaraja dan Pandiangan pindah ke seberang danau, ke pulau Samosir, ke daerah yang kini dikenal sebagai Urat. Nainggolan juga ikut ke sana, ke daerah yang kini dikenal sebagai Nainggolan.

Simatupang dan Aritonang pindah ke selatan, ke Pulau Pardopur, sekarang disebut Pulau Sibandang-Muara, Tapanuli Utara.  Siregar sempat menyeberang ke Sigaol Samosir. Tapi kemudian, atas undangan dua kakaknya, pindah ke lembah Muara, di seberang Pulau Sibandang.  

Genealogi Batak Sisi Barat Danau

Kisah Boru Pareme dan keturunanya adalah bagian dari cerita pembentukan bentang alam sisi barat Danau Toba. Setelah dibentuk letusan Gunung Toba, lalu ditempa perubahan iklim dari masa ke masa,  datanglah campur-tangan budaya manusia Batak. 

Generasi-generasi awal orang Batak, diperkirakan sekitar abad 11-13,  telah membentuk  ekologi budaya sawah di lembah-lembah sisi barat danau. Modelnya adalah komunitas lembah persawahan bentukan Siraja Batak di Sianjurmulamula.

Ekologi budaya sawah itu kemudian dikembangkan secara luas di seluruh lembah Sagala-Limbong. Lembah ini menjadi wilayah marga Limbong dan Sagala serta turunannya.

Dari situ, keturunan marga Limbong, Sagala, juga Malau -- semua belahan Lontung -- melakukan ekspansi ke arah selatan, ke lembah Harianboho. Ke sini bergabung pula marga Sihotang, keturunan Raja Isumbaon atau belahan Sumba.

Lembah ekologi budaya sawah Harianboho, Kabupaten Samosir (Foto: ares jonekson saragi/flickr.com)
Lembah ekologi budaya sawah Harianboho, Kabupaten Samosir (Foto: ares jonekson saragi/flickr.com)

Sihotang juga membangun komunitas sawah di lembah sebelah selatan Harianboho. Di satu wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Sihotang.

Ekologi budaya lembah Sihotang, Kabupaten Samosir (Foto: butet sinaga/wikimedia.org)
Ekologi budaya lembah Sihotang, Kabupaten Samosir (Foto: butet sinaga/wikimedia.org)

Menurut tambo Batak, Sihotang adalah anak Siraja Oloan, pendiri  kampung di lembah Bakkara, sebelah selatan Tipang. Karena selisih paham dengan ayahnya, dia pergi membuka kampung baru ke Sihotang. Lembah Bakkara kemudian dikuasai oleh saudara-saudaranya yaitu Naibaho, Bakara, Sinambela, Sihite, dan Manullang. 

Ekologi budaya lembah persawahan Bakkara, Baktiraja Humbahas (Foto: toba.indonesia-tourism.com)
Ekologi budaya lembah persawahan Bakkara, Baktiraja Humbahas (Foto: toba.indonesia-tourism.com)

Di antara desa Sihotang dan Sabulan, terdapat satu lembah subur. Lembah ini kemudian dikuasai oleh Tambatua atau marga Tamba dan turunannya. Tambatua itu Batak belahan Sumba.

Ekologi budaya sawah di lembah Desa Tamba, Kabupaten Samosir (Foto: Tangkapan layar YouTube Samosir Vision)
Ekologi budaya sawah di lembah Desa Tamba, Kabupaten Samosir (Foto: Tangkapan layar YouTube Samosir Vision)

Di lembah Muara, di selatan lembah Bakkara, komunitas marga Simatupang, Aritonang, dan Siregar juga membangun ekologi budaya sawah. Sebelumnya, mereka membangun ekologi serupa di lembah Sabulan.  

Ekologi lembah Muara dengan latar belakang Pulau Sibandang, Tapanuli Utara (Foto: datatempat.blogspot.com)
Ekologi lembah Muara dengan latar belakang Pulau Sibandang, Tapanuli Utara (Foto: datatempat.blogspot.com)

Pembentukan ekologi budaya sawah di sisi barat Danau Toba itu, dari Limbong-Sagala di utara sampai Muara di selatan, adalah sejarah panjang. Proses itu dilakukan oleh generasi ke-4 sampai ke-6 orang Batak, leluhur belahan Lontung dan Sumba. 

Orang Batak yang kini tinggal di lembah-lembah sisi barat danau itu adalah ahliwaris yang melestarikan sembari memperluasnya. Hal itu terjadi seiring pertumbuhan populasi orang Batak di sana.

Pesona Dua Sejoli Lembah-Bukit 

Bagi orang Batak, lembah dan bukit adalah dua sejoli tak terpisahkan. Tidak ada lembah tanpa bukitnya, tidak ada pula bukit tanpa lembahnya.

Itulah ekologi budaya asli orang Batak. Lembah untuk bermukim dan bersawah, bukit untuk kebun tanaman tahunan, dan padang penggembalaan ternak kerbau dan lembu.  

Harmoni eksotis lembah dan perbukitan Harianboho. Tampak Bukit Sibeabea dan Bukit Sijukjuk dengan latarbelakang Gunung Pusukbuhit (Foto: petrus loo/klayapan.com)
Harmoni eksotis lembah dan perbukitan Harianboho. Tampak Bukit Sibeabea dan Bukit Sijukjuk dengan latarbelakang Gunung Pusukbuhit (Foto: petrus loo/klayapan.com)

Hutan di perbukitan adalah daerah tangkapan air. Air yang kemudian mengalir ke lembah dalam rupa sungai, sumber pengairan sawah dan keperluan minum, mandi dan cuci. Tentu, untuk penduduk yang tinggal di bibir pantai, kegiatan mandi dan cuci lazim dilakukan di danau.

Rangkaian perbukitan dan lembah di sisi barat Danau Toba, dari Gunung Pusukbuhit di utara sampai lembah Muara di selatan, adalah keindahan yang hidup dan menghidupi.  Keindahan yang berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil koevolusi daya ubah alami dan daya cipta manusia Batak yang hidup di situ. Keindahan yang menjadi sumber hidup orang Batak.  Sawah, ladang, kebun, dan ternak memberikan hasil melimpah di situ. 

Warisan keindahan sejoli lembah-bukit, warisan kolaboratif alam dan leluhur Batak, itu kini mulai mempesona orang luar, para wisatawan domestik dan mancanegara. Mereka datang ke sana, meleburkan diri ke dalam pesona keindahan alam lembah dan perbukitan asri.  

Sejak pertengahan 2010-an, untuk pertama kalinya orang Batak pemukim sisi barat Danau Toba mengerti bahwa alam lembah dan perbukitan milik mereka tidak saja memiliki nilai keindahan intrinsik, tapi juga nilai ekonomi wisata.  

Maka setiap pemerintah daerah, secara sinergis dengan warga lokal, kini berlomba-lomba menawarkan pesona keindahan ekologi budaya sawah dan perbukitannya.  

Suatu pagi di Bukitholbung Harianboho. Di latar belakang adalah Desa Holbung, pantai Danau Toba, dan Bukit Sitalmaktalmak Sihotang (Foto: Instagram Wonderlaketoba via indozone .com)
Suatu pagi di Bukitholbung Harianboho. Di latar belakang adalah Desa Holbung, pantai Danau Toba, dan Bukit Sitalmaktalmak Sihotang (Foto: Instagram Wonderlaketoba via indozone .com)

Lembah Harianboho menawarkan pesona tiga bukitnya.  Bukit Sijukjuk, Bukit Sibeabea, dan Bukit Holbung.  

Bukit Sibeabea kini sedang dikemas menjadi destinasi wisata rohani Kristiani.  Di puncaknya sedang dibangun patung Yesus Kristus setinggi 61 meter, atau 1,021 meter di atas permukaan laut.  Lalu, menurun ke arah pantai, telah dibangun jalan akses berkelok delapan.

Bukit Sibeabea dengan patung Yesus Kristus dalam tahap pembangunan di puncaknya (Foto:  instagram sriancemanalu_08 via idntimes.com)
Bukit Sibeabea dengan patung Yesus Kristus dalam tahap pembangunan di puncaknya (Foto:  instagram sriancemanalu_08 via idntimes.com)

Bukit Holbung, di selatan Sibeabea, kini juga sedang menjadi destinasi wisata idaman. Tidak saja bagi wisatawan, tapi juga bagi para pecinta alam yang ingin merasakan sensasi berkemah di puncak bukit, dengan hamparan air Danau Toba bak cermin raksasa di bawahnya, dan Pulau Samosir selayaknya gergasi tidur di tengah danau.  Sensasi itu disempurnakan oleh panorama matahari terbenam sebelum berangkat tidur, dan matahari terbit saat bangun di pagi hari.

Bukit Sitalmaktalmak, Sihotang  ditatap dari Pulau Samosir (Foto: ilovesamosirisland.blogspot.com)
Bukit Sitalmaktalmak, Sihotang  ditatap dari Pulau Samosir (Foto: ilovesamosirisland.blogspot.com)

Sensasi keindahan serupa ditawarkan oleh bukit-bukit lainnya di sisi barat danau. Lembah Sihotang menawarkan keindahan Bukit Sitalmaktalmak yang menggetarkan. Dari atas bukit itu, Danau Toba dan Samosir tampak sebagai keindahan yang telanjang di depan mata.

Eksotisme Bukit Simargulangombun di Desa Tambadolok, Kabupaten Samosir (Foto: @roymblack via pariwisatasumut.net)
Eksotisme Bukit Simargulangombun di Desa Tambadolok, Kabupaten Samosir (Foto: @roymblack via pariwisatasumut.net)

Lembah Tamba-Sitiotio tak mau kalah.  Bukit Simargalungombun di Tambadolok menjanjikan pemandangan eksotis. Dari atas bukit itu pandangan bisa lepas ke utara sampai ke puncak Gunung Pusukbuhit, dan rangkaian lembah perbukitan di antara keduanya. Di sebelah kanan menghampar Danau Toba dan bentang alam pesisir barat Pulau Samosir.

Bukit Sipatungan Sabulan, Sitiotio dengan latar belakang negeri Urat dan Nainggolan di Pulau Samosir (Foto: pariwisatasumut.net)
Bukit Sipatungan Sabulan, Sitiotio dengan latar belakang negeri Urat dan Nainggolan di Pulau Samosir (Foto: pariwisatasumut.net)

Bukit Sipatungan di Sabulan-Sitiotio juga menawarkan pemandangan yang mengingatkan kisah Boru Pareme.  Dari puncak bukit ini, pandangan bisa lepas ke negeri Urat, Palipi, dan Nainggolan di pesisir barat pulau Samosir.  Ke situlah dulu anak-anak Si Raja Lontung dan Boru Pareme  -- yaitu Sinagaraja, Pandiangan, dan Nainggolan --  pindah kampung setelah banjir besar di Sabulan.

Bukit Batumaranak dengan latarbelakang lembah Tipang, pulau Simamora, dan lembah Bakkara (Foto: pariwisatasumut.net)
Bukit Batumaranak dengan latarbelakang lembah Tipang, pulau Simamora, dan lembah Bakkara (Foto: pariwisatasumut.net)

Lalu, Desa Tipang juga menawarkan keindahan dramatis Bukit Batumaranak.  Dari atas bukit ini pandangan bisa lepas menikmati keindahan lembah Tipang dan Bakkara. Serta Pulau Simamora yang eksotis di antara ke duanya. Jauh ke selatan, pandangan lepas menikmati keindahan bentang danau hingga ke Pulau Sibandang dan lembah Muara di kejauhan.

Perjumpaan dengan Surga yang Hilang

Bagi orang kota besar, berada di rangkaian lembah dan perbukitan di sisi barat Danau Toba akan menjadi perjumpaan dengan surga yang hilang. Surga alami, harmoni keindahan perbukitan, lembah, dan danau yang tidak ditemukan di belahan lain nusantara. 

Modernisasi telah merampas surga alami dari orang-orang yang menghabiskan usianya di perkotaaan.  Di kota-kota yang menyebut diri modern itu, lembah telah diuruk dan bukit telah diratakan. Kota modern adalah neraka hutan beton yang menghasilkan derita bagi jiwa-jiwa penghuninya.  

Jiwa-jiwa terbebas di surga alami  sisi barat Danau Toba (Foto: irene kemala/pinktraveloque.com
Jiwa-jiwa terbebas di surga alami  sisi barat Danau Toba (Foto: irene kemala/pinktraveloque.com

Kepada orang Batak di sisi barat danaulah surga itu dipercayakan.  Maka mereka wajib menjalankan amanah, memelihara kelestarian dan keasrian lembah, bukit, dan danau di sana. Jangan lagi ada polusi udara, air, dan tanah. Jangan pula ada polusi sosial semacam ketakramahan, kelicikan, dan kejahatan kepada wisatawan, pencari surga itu.

Beratus-ratus tahun yang silam, pejalanan melintasi bukit dan lembah, dari Sianjurmulamula sampai ke Sabulan, adalah derita sebagai silih atas kesalahan bagi Boru Pareme.  

Kini, bagi para wisatawan, perjalanan ke sana adalah pengalaman perjumpaan dengan surga yang hilang, sebagai ikhtiar pembebasan diri dari tekanan modernisasi kota yang menyesakkan. (eFTe)

***

*Artikel ini ditulis dan diterbitkan hanya untuk Kompasiana. Hak cipta pada Felix Tani dan dilindungi undang-undang. Publikasi ulang artikel ini dalam bentuk apapun di media apapun adalah pelanggaran atas hak cipta.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun