Bagi orang kota besar, berada di rangkaian lembah dan perbukitan di sisi barat Danau Toba akan menjadi perjumpaan dengan surga yang hilang. Surga alami, harmoni keindahan perbukitan, lembah, dan danau yang tidak ditemukan di belahan lain nusantara.Â
Modernisasi telah merampas surga alami dari orang-orang yang menghabiskan usianya di perkotaaan. Â Di kota-kota yang menyebut diri modern itu, lembah telah diuruk dan bukit telah diratakan. Kota modern adalah neraka hutan beton yang menghasilkan derita bagi jiwa-jiwa penghuninya. Â
Kepada orang Batak di sisi barat danaulah surga itu dipercayakan. Â Maka mereka wajib menjalankan amanah, memelihara kelestarian dan keasrian lembah, bukit, dan danau di sana. Jangan lagi ada polusi udara, air, dan tanah. Jangan pula ada polusi sosial semacam ketakramahan, kelicikan, dan kejahatan kepada wisatawan, pencari surga itu.
Beratus-ratus tahun yang silam, pejalanan melintasi bukit dan lembah, dari Sianjurmulamula sampai ke Sabulan, adalah derita sebagai silih atas kesalahan bagi Boru Pareme. Â
Kini, bagi para wisatawan, perjalanan ke sana adalah pengalaman perjumpaan dengan surga yang hilang, sebagai ikhtiar pembebasan diri dari tekanan modernisasi kota yang menyesakkan. (eFTe)
***
*Artikel ini ditulis dan diterbitkan hanya untuk Kompasiana. Hak cipta pada Felix Tani dan dilindungi undang-undang. Publikasi ulang artikel ini dalam bentuk apapun di media apapun adalah pelanggaran atas hak cipta. Â Â