"Jonder! Maju ke depan!" Perintah Guru Marihot pantang dibantah.
 "Berdiri di samping papan tulis!" Â
Perintah Guru Marihot berarti hukuman strap berdiri satu jam untuk Jonder. Tidak ada hukuman keluar kelas untuk murid nakal di SD Hutabolon. Murid harus tetap berada di dalam kelas. Haknya mendapat pelajaran tak boleh dirampas.
"Kerrok itu gunanya meraut pinsil. Bukan untuk mengintip yang tak boleh kau lihat. Kelakuanmu itu tak pantas, Jonder. Otakmu harus diobati. Biar tak terulang lagi."
Sambil menasihati Jonder, Guru Marihot mengambil sebatang kapur merah, lalu menggambar kolor warna merah yang ditimpa dengan tanda kali tepat di jidat Jonder. Â Maksudnya, "dilarang memikirkan kolor".
"Gurunami ... iii ... ." Mendadak Berta menangis. Â Lalu semakin membenamkan wajahnya di atas meja.
"Bah, kenapa pula kau, Berta! Jonder sudah Pak Guru hukum. Â Kurang apa lagi?" Â Guru Marihot heran, atau tepatnya, bingung. Sementara murid-murid lainnya tergelak-gelak melihat gambar kolor terlarang di jidat Jonder.
Berta tidak menjawab. Â Tetap dalam sesenggukannya. Â Wajahnya masih terbenam di meja.
Tapi Poltak tanggap dengan situasi. Â Dia tahu apa penyebab tangis Berta. Â "Tak boleh dibiarkan ini," bisiknya dalam hati. Â
Segera Poltak bangkit dari duduknya dan maju mendekati Guru Barita.
"Gurunami."Â