Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #054] Menjadi Lelaki Itu Berat

7 Juni 2021   16:42 Diperbarui: 7 Juni 2021   18:16 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudahlah.  Aku tidak apa-apa.  Aku sehat.  Kau diam saja."  Kakek Poltak mencoba meyakinkan istrinya. Tapi nada suaranya ragu.

"Tidak!  Kau harus ke rumah sakit, Ompungni Poltak!"  Itu keputusan nenek Poltak.  Keputusan seorang istri yang kenal suaminya luar-dalam, lahir-batin, sejak masih bujangan sampai menjadi seorang kakek.  Keputusan yang tidak bisa dibantah, bahkan oleh suaminya sendiri. 

Itulah yang terjadi.   Kakek Poltak, diantar oleh nenek dan ayah Poltak, pergi berobat ke Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar.  Menurut dokter di sana, kakek Poltak sakit paru-paru, akibat terlalu banyak merokok.  Karena itu dia harus menjalani rawat inap di rumah sakit itu.

Sudah seminggu lebih kakek Poltak  menjalani perawatan.  Kata dokter, mungkin satu atau dua minggu lagi boleh pulang.  Itulah saat yang paling ditunggu Poltak.  Dia merindu kakeknya pulang, kembali ke rumah sehat-walafiat.

"Poltak! Kau gantikan Ompung melakukan tugas-tugas yang belum selesai, ya?" Itu pesan kakeknya sesaat sebelum berangkat berobat ke Siantar. 

"Olo, Ompung."  Poltak menyanggupi waktu itu. Tapi sekarang, setelah seminggu lebih, Poltak menyesali ujarannya.  Dia merasa, tugas-tugas kakeknya ternyata sangat berat.  Bahkan terlalu berat untuk anak seusianya, murid kelas tiga Sekolah Dasar.

Terutama tugas-tugas di sawah.  Waktu itu bulan Oktober, memasuki musim tanam padi.  Kakek Poltak meninggalkan pekerjaaan penyiapan lahan yang belum usai.  Pekerjaan membajak, menggaru, dan memperbaiki pematang sawah masih setengah jalan.  Itulah tugas-tugas yang diamanatkan kepada Poltak.

"Poltak! Jangan cengeng kau!"  Neneknya membentak Poltak yang hampir menangis di tengah sawah.  

Poltak  kewalahan memegang ujung auga, lengan kayu bulat sepanjang lima meter, pengendali arah langkah kerbau penarik bajak. Rasanya, ingin menjerit menangis dia.

Poltak harus memastikan posisinya sejajar dengan leher kerbau, tempat pangkal auga didudukkan dan diikat menggunakan tompi, kalung pengunci ke leher kerbau yang terbuat dari kulit kerbau.  Sebab kalau tertinggal di belakang, maka kerbau akan belok kiri. Jika terlalu maju, kerbau akan belok kanan. Sehingga arah bajak akan jig-jag tak karuan.

Di belakang kerbau, neneknya mengendalikan bajak yang dipautkan pada pangkal auga menggunakan hudali, tali kendali bajak yang terbuat dari kulit kerbau. Arah jalan bajak harus lurus.  Kedalamannya harus terukur. Terlalu dangkal, tanah sawah tak terbalik sempurna.  Terlalu dalam, kerbau takkan mampu menariknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun