Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Poltak Bukan Orang Batak?

3 Desember 2020   15:16 Diperbarui: 3 Desember 2020   18:22 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Han Jian, pebulutangkis legendaris Cina, kata orang mirip Poltak (Foto: alchetron.com/prosport)

Menjadi Batak itu tidak mudah.  Bukan soal adat dan istiadatnya.  Bukan.  Tapi soal tampangnya.  

Tampang orang Batak rupanya sudah punya pola  di benak khalayak.  Rahang persegi, jidat lebar, mata bersorot tajam, kulit sawo matang agak kasar.  Itu pola umum.  Lain dari itu, kebatakannya diragukan.

Itulah yang terjadi pada Poltak.  Kerap diragukan kebatakannya.  Gara-gara tampangnya tidak meyakinkan.

Saat pertama kali masuk asrama mahasiswa di satu kota di Jabodetabek tahun 1980, penghuni asrama terheran-heran melihatnya.  Seorang penghuni senior yang sangat ingin tahu kemudian bertanya setengah menduga, "Kamu Cina Medan, ya." 

 "Tidak, Kakak.  Aku orang Medan.  Asli Batak," jawab Poltak lugu.  

"Bah! Tak ada tampang Batak kau kulihat," tukas Sang Senior yang rupanya asli Silimbat, Toba.

Teman-teman seasrama berpikir Poltak itu orang Cina karena, kata mereka, tampaknya mirip aktor kungfu Wang Tao.  Tapi ada juga yang bilang mirip atlet bulutangkis Han Jian. Entahlah, Poltak sendiri merasa tampangnya  mirip Han Sa Plast. Pasaran.

Lain waktu, dalam suatu kebaktian ekumene mahasiswa, kenalan-kenalan barunya tak seorang pun yang yakin Poltak itu Batak. "Paling tidak, kau itu orang Menado," kata salah seorang kenalan barunya memaksa.  Lha, jelas-jelas Batak kok ya dipaksa mengaku Menado, sih.

"Orang-orang ini kurang piknik rupanya," bathin Poltak.  Tampang Batak itu tidak selalu ditandai rahang persegi, jidat lebar, dan kulit sawo matang. Banyak juga orang Batak yang berwajah bulat atau oval dengan kulit kuning atau hitam manis.

Derita diragukan kebatakannya seolah berkelanjutan.  Sewaktu mengadakan riset ekonomi di Balige, Poltak mewawancarai sejarah rantau sejumlah warga etnis Cina yang mengusahakan toko di sana.  

"Leluhur kami orang Hokkian dari Fujian,"  salah seorang pengusaha yang menjadi responden menjelaskan asal-usulnya.  Lalu bertanya balik, "Kalau, koko  leluhurnya dari mana?"   

Matilah kau Poltak! Kampung leluhurmu kan tak jauh-jauh dari Balige.

Bahkan setelah cukup berumur pun, kebatakan Poltak tetap diragukan.  Suatu hari dia mengantarkan anaknya olahraga lari ke Lapangan Senayan, Jakarta. Sambil menunggu anaknya kelelahan berlari, di parkiran Poltak menonton anak-anak sekolah sepak bola sedang latihan. Dua orang bapak lain di parkiran itu sibuk curi-curi pandang kepada Poltak. 

Curiga ditaksir gay, Poltak langsung menyapa, "Bapak-bapak dari tadi melirik-lirik saya.  Apa kita pernah ketemu?"  

Kedua bapak itu tersipu. "Ah, tidak, Pak. Kami berdua dari tadi bertanya-tanya, kok tumben ada orang Jepang main di parkiran ini."

"Bah! Saya bukan orang Jepang, Pak."  Langsung disambar, "Oh, mungkin orang Korea?" "Bukan. Saya orang Batak, Pak." "Wah, Bapak gak ada tampang orang Batak," balas mereka sambil tertawa geli. 

Dua bapak itu mungkin gak salah-salah amat. Suatu hari Poltak bersama anak dan isterinya lewat di depan satu resto klub Jepang di Blok M Jakarta. "Lihat. Itu gambar laki-laki persis Bapak," anak Poltak tiba-tiba berteriak sambil menunjuk baliho resto.  "Busyet, dah. Persis banget," umpat Poltak dalam hati sambil tertawa.

Keraguan atas kebatakan Poltak merembet juga  ke sekolah anaknya.  Saat Poltak mengantar anaknya ke sekolah, mulai dari SD sampai SMA, teman-teman anaknya selalu menanyai anaknya, "Bokap loe Cina, ya."   Ampun, deh.  Sepertinya sekolah kita perlu mata pelajaran Etnologi Dasar.

Tapi ada untungnya juga tampang Poltak yang tak meyakinkan itu.  Kalau dia belanja barang ke Glodok atau Manggadua, selalu dikira "koko", sehingga boleh nawar harga sedikit agak keterlaluan.  Dan biasanya berhasil.  

Belajar dari pengalaman itu, kalau pedagangnya rekan etnis Cina, maka isterinya akan menyorongkan Poltak sebagai juru tawar.  Hasilnya, ya, lumayanlah.  Tapi kalau pedagangnya rekan kita Padang, Palembang, Makasar, dan Jawa, maka Poltak akan disimpan di belakang.  Sebab kalau dia yang diminta menawar, jatuhnya pasti lebih mahal ketimbang hasil tawaran istrinya.

Herannya, kalau Poltak pulang kampung, tak seorang pun warga kampungnya yang berpikir bahwa Poltak itu orang Cina, Jepang, Korea, atau Menado.  Semua orang sekampungnya yakin Poltak itu orang Batak.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun