Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benci Anies tapi Rindu Jakarta, Piye Jal!

19 Mei 2020   07:41 Diperbarui: 19 Mei 2020   09:40 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ke Jakarta migran akan kembali (Foto: okezone.com)

Dengan semua label negatif itu, Jakarta tetap menjadi kota yang paling dirindukan migran. Karena Jakarta adalah sarang uang. Selalu ada jalan untuk mendapatkannya. Asalkan ada kemauan dan kreativitas.

Di mata kaum migran, apa saja bisa jadi uang di Jakarta.  Tikungan, persimpangan, trotoar, jalan berlubang, sampah, selokan, sampai nongkrongin orang kencing bisa jadi sumber duit di kota ini.  

Jadi, sekeras apapun larangan Anies, seseram apapun cekaman pandemi Covid-19, migran akan berjuang masuk ke Jakarta.  Jika napi pembunuh bisa kabur dari Nusakambangan, atau napi koruptor bisa nonton tenis di Bali, maka migran juga pasti bisa mengakali 49 titik pemeriksaan di batas kota Jakarta.

Ini cuma soal adu kreativitas saja, antara Anies dan para migran. Bisa diduga, Anies akan kalah kreatif. Sebab sebanyak-banyaknya jalan menuju Roma, lebih banyak lagi jalan menuju Jakarta.

Salah satu kemungkinan skenarionya begini. Daerah Bodetabek akan menjadi "batu loncatan".  Dengan naik "travel gelap" misalnya, migran "sembunyi" dulu di situ. Lalu pelan-pelan merembes masuk Jakarta lewat  "pori-pori tembok kota".  

Perlahan-lahan nanti, seusai Lebaran, seiring pelonggaran PSBB, migran kembali akan memenuhi Jakarta seperti sedia kala.  Saat itu Anies tidak bisa apa-apa lagi, kecuali membangun narasi, "Jakarta adalah rumah kita semua." Oh, so sweet.

Jakarta Jaring Pengaman Sosial
Jakarta itu sejatinya jaring pengaman sosial skala raksasa.  Sekaligus wahana pemerataan ekonomi, sekurangnya wahana "trickle-down effect". Lewat segudang peluang usaha dan kerja di kota ini. Terutama di sektor ekonomi informal.  

Jadi melarang migran masuk Jakarta berarti mengingkari  fungsi kota ini sebagai jaring pengaman sosial. Sekaligus menghambat proses pemerataan ekonomi lewat mekanisme remitan (remittance).

Belum lagi, tanpa kehadiran migran, proses pembangunan fisik Jakarta akan terhambat. Memangnya siapa yang mau ngerjain pelebaran trotoar, menggali selokan, menggangsir jalur kabel, membangun gedung, menebangi pohon, dan lain sebagainya? Migran, bukan?

Jadi para migran santuy aja. Segalak-galaknya Anies, lebih galak ibu kota. Kalau fungsi Jakarta sebagai jaring pengaman sosial hilang, buruklah akibatnya untuk kepentingan politik Anies. Kota ini bisa memukul balik, bikin gubernurnya "knock out".

Secara politik, apa jadinya jika Anies keukeuh menutup pintu Jakarta untuk migran? Di daerah luar Jakarta akan pasti akan mekar semerbak narasi "Anies anti wong cilik!" Nah, lu. Ini buruk untuk cita-cita Anies tahun 2024. Kalau dia serius nyapres, lho.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun