Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benci Anies tapi Rindu Jakarta, Piye Jal!

19 Mei 2020   07:41 Diperbarui: 19 Mei 2020   09:40 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ke Jakarta migran akan kembali (Foto: okezone.com)

"Ke Jakarta aku kan kembali.  Walaupun apa kata Bang Anies."
(
Dengan segala maaf kepada Koes Plus)
 
Jakarta itu, secara politis bisa sangat menyebalkan. Terutama bagi warga, tetap atau migran, yang benci pada gubernurnya. Bukan benci pada kotanya, tapi gubernurnya.

Begitulah. Sekalipun misalnya Gubernur Anies Baswedan sukses menjadikan Jakarta "sukses kotanya bahagia warganya", para pembenci Anies itu tetap saja benci Jakarta secara politis.

Tapi, secara ekonomi, Jakarta itu sangat menyenangkan. Tak perduli siapapun gubernurnya.  Jokowi, Ahok, dan Anies sama saja.  Karena yang bikin senang itu adalah uang yang numpuk di Jakarta.

Bayangkan. Sekitar 70 persen perputaran uang nasional ada di Jakarta.  Nah, siapa yang tak tergiur ke Jakarta.  Berharap bisa kecipratan uang.

Karena itu, para migran yang kini sudah kadung "pulang kampung" atau sukses "mudik liar", pastilah rindu kembali ke Jakarta. Dengan cara apapun. Bukan demi Anies tapi demi uang. 

Dalam hati, para migran itu pasti bernyanyi dalam nada rock, "Ke Jakarta aku kan kembali. Walaupun apa kata Bang Anies!"

Apa Sih Kata Bang Anies?
Kata Bang Anies, bagi migran yang sudah kadung pulang kampung, atau "mudik liar", atau apapun istilahnya, tidak akan mudah masuk kembali ke Jakarta.

Anies 100 persen serius, gak main-main.  Per tanggal 14 Mei 2020 dia sudah menerbitkan dan memberlakukan  Pergub Nomor 47/2020 tentang pembatasan bepergian keluar dan/atau masuk Provinsi DKI Jakarta dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Pesan utama Pergub itu bagi para migran, pemegang e-KTP Non-Jakarta, "Hari saat lu maksa keluar dari Jakarte adalah hari terakhir lu nginjek bumi Jakarte."  

Sekejam itu ibu kota, eh, Gubernur Ibu Kota? Tidak.  Yang kejam itu pandemi Covid-19. Jakarta lagi "perang total" melawan "kekejaman Covid-19".  Karena itu perlu aturan "keras" menahan semua orang tetap diam di dalam kota.  

Jangan sampai warga keluar Jakarta menyebar Covid-19 ke tempat tujuan.   Juga jangan sampai warga masuk Jakarta membawa Covid-19 dari tempat asal.

Tapi dibilang keras, gak keras-keras amat juga sebenarnya.  Orang tetap boleh keluar-masuk Jakarta asalkan dia punya Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM).  

Migran silahkan mengurusnya secara online ke Pemerintah Jakarta. Lampirkan syarat dokumen surat keterangan lurah/desa asal, surat pernyataan sehat bermeterai,dan surat jaminan keluarga/perusahaan di Jakarta bermeterai.  Apakah nanti akan dapat SIKM, gak usah terlalu dipikirlah.

Masih ada satu syarat.  Jika diijinkan masuk Jakarta, harus dikarantina dulu 14 hari. Jadi, kalau mau nikah dengan anak Jakarta misalnya, mesti datang minimal 15 hari sebelumnya. 

Kurang dari itu, maka syair lagu Koes Plus yang berlaku, "Di sana rumahku dalam kabut biru. Hatiku sedih di hari minggu. Di sana kasihku berdiri menunggu. Di batas waktu yang telah tertentu." Nah, gagal nikah, deh.

Mungkin ada yang coba debat kusir.  Menurut Permenhub Nomor 25/2020 (tentang Pengendalian Tansportasi selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19), larangan hilir-mudik kan cuma berlaku sampai tanggal 31 Mei 2020. Setelah itu boleh masuk Jakarta, dong.

Itu kan kata, lu!  Pergub Nomor 47/2020 itu dasarnya Kepres Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.  Menurut Pergub itu, kalau Kepres ini sudah dicabut, barulah orang bisa bebas keluar-masuk Jakarta.

Begini Suara Migran
Menyitir Koes Plus, begini suara kaum migran, "Ke Jakarta aku kan kembali. Walaupun apa yang kan terjadi." 

Dilanjutkan, "Pernah kualami hidupku sendiri. Temanku pergi dan menjauhi. Lama kumenanti ku harus mencari. Atau ku tiada dikenal lagi."

Bukan migran Jakarta namanya kalau menyerah begitu saja.  Tak ada kata putus asa dalam kamusnya. 

Pokoknya, "Ke Jakarta aku kan kembali. Walaupun apa kata Bang Anies!"

Jakarta kini boleh menjadi kota paling menakutkan karena paling parah terkena Covid-19.  Gubernurnya kini, Anies Bawedan, boleh jadi sosok paling dibenci.  Tingkah warganya boleh paling menyebalkan se-Indonesia.

Dengan semua label negatif itu, Jakarta tetap menjadi kota yang paling dirindukan migran. Karena Jakarta adalah sarang uang. Selalu ada jalan untuk mendapatkannya. Asalkan ada kemauan dan kreativitas.

Di mata kaum migran, apa saja bisa jadi uang di Jakarta.  Tikungan, persimpangan, trotoar, jalan berlubang, sampah, selokan, sampai nongkrongin orang kencing bisa jadi sumber duit di kota ini.  

Jadi, sekeras apapun larangan Anies, seseram apapun cekaman pandemi Covid-19, migran akan berjuang masuk ke Jakarta.  Jika napi pembunuh bisa kabur dari Nusakambangan, atau napi koruptor bisa nonton tenis di Bali, maka migran juga pasti bisa mengakali 49 titik pemeriksaan di batas kota Jakarta.

Ini cuma soal adu kreativitas saja, antara Anies dan para migran. Bisa diduga, Anies akan kalah kreatif. Sebab sebanyak-banyaknya jalan menuju Roma, lebih banyak lagi jalan menuju Jakarta.

Salah satu kemungkinan skenarionya begini. Daerah Bodetabek akan menjadi "batu loncatan".  Dengan naik "travel gelap" misalnya, migran "sembunyi" dulu di situ. Lalu pelan-pelan merembes masuk Jakarta lewat  "pori-pori tembok kota".  

Perlahan-lahan nanti, seusai Lebaran, seiring pelonggaran PSBB, migran kembali akan memenuhi Jakarta seperti sedia kala.  Saat itu Anies tidak bisa apa-apa lagi, kecuali membangun narasi, "Jakarta adalah rumah kita semua." Oh, so sweet.

Jakarta Jaring Pengaman Sosial
Jakarta itu sejatinya jaring pengaman sosial skala raksasa.  Sekaligus wahana pemerataan ekonomi, sekurangnya wahana "trickle-down effect". Lewat segudang peluang usaha dan kerja di kota ini. Terutama di sektor ekonomi informal.  

Jadi melarang migran masuk Jakarta berarti mengingkari  fungsi kota ini sebagai jaring pengaman sosial. Sekaligus menghambat proses pemerataan ekonomi lewat mekanisme remitan (remittance).

Belum lagi, tanpa kehadiran migran, proses pembangunan fisik Jakarta akan terhambat. Memangnya siapa yang mau ngerjain pelebaran trotoar, menggali selokan, menggangsir jalur kabel, membangun gedung, menebangi pohon, dan lain sebagainya? Migran, bukan?

Jadi para migran santuy aja. Segalak-galaknya Anies, lebih galak ibu kota. Kalau fungsi Jakarta sebagai jaring pengaman sosial hilang, buruklah akibatnya untuk kepentingan politik Anies. Kota ini bisa memukul balik, bikin gubernurnya "knock out".

Secara politik, apa jadinya jika Anies keukeuh menutup pintu Jakarta untuk migran? Di daerah luar Jakarta akan pasti akan mekar semerbak narasi "Anies anti wong cilik!" Nah, lu. Ini buruk untuk cita-cita Anies tahun 2024. Kalau dia serius nyapres, lho.  

Intinya, ada simbiosa mutualistis antar kepentingan politik Anies dan kepentingan ekonomi migran. Nanti, jika benar-benar nyapres 2024, Anies memerlukan klaim ini, "Saya sukses menjadikan Jakarta sebagai jaring pengaman sosial dan jalur pemerataan ekonomi yang gagal diwujudkan Jokowi." Nah, patriotik pisan, euy.

Jadi, sudah benar nyanyian para migran yang terlanjur pulang itu, "Ke Jakarta aku kan kembali. Walaupun apa kata Bang Anies."  Ya, yang penting bukan apa katanya tapi apa yang diperbuatnya.

Perbuatan itu cermin hati.  Makanya, wahai pata migran, nyanyikan saja tembang "Tinggi Gunung Seribu Janji" Bob Tutupoli ini.

"Memang lidah tak bertulang, tak berbekas kata-kata. Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati.

Aku pergi tak kan lama, hanya satu hari saja. Seribu tahun tak lama, hanya sekejap saja, kita kan berjumpa pula.

Oh? seribu tahun tak lama, hanya sekejap saja, kita kan berjumpa pula." (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun