(Cerita dari Kampung Belik)
Di sebuah desa kecil bernama Kampung Belik, tinggallah seorang bocah lelaki yang dikenal semua orang: Gundul. Bocah ini tak punya rambut, tapi akalnya licin melebihi belut sawah. Orang-orang bilang, kalau ada kekacauan di desa, pasti di situ ada suara cekikikan Gundul.
Pagi itu, di sebuah dapur sederhana, si Mbok sedang ngulek sambel terasi. Bau ikan asin dan terasi bakar menguar memenuhi dapur.
> "Gunduuul! Bangun! Itu pacul bapakmu ketinggalan! Sekalian anter makan siang ke sawah yaa!"
teriak si Mbok tanpa henti ngulek.
Gundul muncul dari balik pintu, matanya masih setengah lengket.
> "Heeeh... iya iya, Mbok... Tapi lauknya apa?"
> "Ikan asin sambel! Jangan banyak tanya, cepet jalan! Pacul sama bakulnya bawa sekalian!"
Dengan malas, Gundul menggendong pacul dan bakul nasi, lalu melenggang keluar rumah. Tapi bukan menuju sawah seperti pesan si Mbok. Oh, tidak. Gundul justru menyusuri pematang sambil nyanyi-nyanyi dan membuka bakul.
> "Hehe... makan duluan dikit kan nggak dosa..." katanya sambil menyendok nasi dan lauk yang seharusnya buat bapaknya.
Dari kejauhan, terlihat bapaknya sedang mencangkul. Saat melihat Gundul, ia berseru: