Setelah kepergian Raja Chepei II dan Ratu Anverous Callisto, Kerajaan Bumi diliputi kesedihan yang mendalam. Meskipun duka menyelimuti, ketiga putri mereka, Sunria, Moona, dan Starfaela, tahu bahwa mereka harus kuat dan melanjutkan tugas mulia orang tua mereka. Sunria dengan sifatnya yang hangat dan bersemangat mengambil alih sebagian besar urusan kerajaan di siang hari, memastikan kehidupan terus berjalan dengan teratur. Moona, dengan kebijaksanaannya dan ketenangannya, mengawasi malam, memastikan mimpi dan kedamaian tetap hadir di setiap sudut Bumi. Sementara itu, Starfaela, yang baru saja hadir, dengan rasa ingin tahu dan energi bintangnya, mempelajari seluk-beluk kerajaan dan kekuatan unik yang dimilikinya.
Namun, keharmonisan yang rapuh ini mulai terancam. Kabar buruk mulai menyebar dari berbagai penjuru Bumi. Siang hari terasa lebih terik dan panjang di beberapa wilayah, menyebabkan kekeringan dan gagal panen. Malam hari di tempat lain menjadi sangat gelap dan dingin, menakutkan dan menghambat pertumbuhan. Keseimbangan yang selama ini dijaga dengan susah payah oleh Raja dan Ratu mulai goyah.
Ketiga putri berkumpul di ruang tahta, yang kini terasa sunyi tanpa kehadiran orang tua mereka. "Kita harus bertindak," kata Sunria dengan nada khawatir, menyeka keringat di dahinya. "Ketidakseimbangan ini semakin parah. Rakyat menderita."
Moona mengangguk setuju. "Aku merasakan kegelisahan dalam mimpi-mimpi mereka. Ada ketakutan dan kebingungan yang besar."
Starfaela, meskipun paling muda, menunjukkan pandangan yang tajam. "Aku melihatnya di langit malam. Ada gangguan dalam aliran energi bintang. Seolah ada sesuatu yang menghalangi cahaya."
Mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan terpisah untuk mencari tahu sumber masalah ini. Sunria pergi ke wilayah timur yang dilanda kekeringan, berharap dapat memulihkan kehangatan yang hilang secara merata. Moona menuju ke utara yang membeku, mencoba menenangkan kegelapan dan membawa kembali cahaya bulan yang lembut. Sementara Starfaela, dengan kemampuan uniknya untuk merasakan energi kosmik, terbang menuju langit, mencari tahu apa yang mengganggu bintang-bintang.
Perjalanan Sunria membawanya melewati padang pasir yang luas dan tandus. Dahulu, tempat ini adalah lahan subur yang dialiri sungai-sungai kecil. Sekarang, yang tersisa hanyalah debu dan kerikil. Ia bertemu dengan para petani yang putus asa, kehilangan harapan karena tanaman mereka terus layu. Sunria mencoba memanggil lebih banyak kehangatan matahari, namun terasa ada sesuatu yang menahannya, seolah ada tirai tak kasat mata yang menghalangi sinarnya.
Di utara, Moona menghadapi kegelapan yang mencekam. Bahkan cahaya obor pun terasa sia-sia di tengah pekatnya malam yang tak berujung. Ia menemukan desa-desa yang sepi, penduduknya bersembunyi di rumah-rumah mereka karena takut pada dingin yang menusuk dan bayangan yang menari-nari. Moona mencoba memancarkan cahaya bulan yang menenangkan, namun kegelapan itu seolah menelannya, tidak mampu menembusnya sepenuhnya.
Sementara itu, Starfaela melayang di antara bintang-bintang. Ia merasakan adanya energi aneh yang bercampur dengan cahaya kosmik yang biasanya murni. Energi ini terasa dingin dan menggerogoti, perlahan meredupkan kilau bintang-bintang. Ia mengikuti jejak energi ini, membawanya semakin jauh ke luar atmosfer Bumi, menuju kegelapan antar galaksi.
Di sana, di tengah kehampaan yang luas, Starfaela melihat sumber masalahnya. Sebuah entitas bayangan besar, yang tampak seperti awan gelap tanpa batas, sedang menyedot energi dari bintang-bintang. Entitas itu memancarkan aura dingin dan putus asa, seolah menelan semua cahaya dan kehangatan di sekitarnya.
Starfaela merasakan ketakutan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Kekuatan entitas itu jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Keseimbangan Bumi dan seluruh alam semesta berada di pundaknya.