Siang itu, aroma seduhan teh melati yang harum dan menenangkan memenuhi ruang perpustakaan MTsN 1 Bandar Lampung. Di sudut ruangan, Parindra, Eko, Rudi, Arija, dan Sapar sedang sibuk menata buku-buku yang baru saja diinventarisasi. Kertas-kertas baru dari buku-buku itu terasa licin di ujung jari mereka. Sementara itu, Laksmi, sang pustakawan, tersenyum kecil melihat layar komputernya. Ia memutar kursinya, menunjuk pada grafik aktivitas literasi kelas 8F yang begitu hidup.
"Lihat ini, tim," ujar Laksmi. "Kelas 8F, mereka punya pola literasi yang sangat unik."
Eko mendekat, melihat nama Faiz Altaf Arrasyid. "Faiz ini, saya ingat sekali. Dia sering duduk di pojok sana," katanya sambil menunjuk kursi kayu yang terasa keras dan dingin. "Dia bisa berjam-jam membaca buku IPA atau matematika. Tidak hanya pinjam, dia membaca di tempat juga."
"Betul," timpal Rudi. "Antusiasmenya nyata. Dia seperti ingin menyerap setiap kata yang ada di buku."
Arija mengangguk setuju. "Saya pernah dengar dia bergumam, 'Oh, jadi begini cara kerjanya.' Dia benar-benar menyelami topik yang dibacanya."
Tak lama kemudian, Bapak Kepala Madrasah, Hartawan, masuk ke perpustakaan. Wajahnya yang berseri-seri tampak makin cerah. Beliau baru saja pulang dari acara dinas dan membawa oleh-oleh biskuit yang renyah dan gurih untuk para petugas perpustakaan.
"Assalamualaikum, tim literasi terbaikku!" sapa Pak Hartawan dengan suara riang. "Bagaimana hari ini?"
"Wa'alaikumussalam, Pak! Sangat baik!" jawab Laksmi. "Kami baru saja menemukan permata baru, Pak. Kelas 8F."
Laksmi menjelaskan tentang Kamila, Zaskya, dan Keyla yang gemar meminjam KBBI dan kamus. Pak Hartawan mengangguk. "Itu pondasi yang kuat. Memperkaya kosakata adalah langkah awal menuju pemikiran yang lebih luas."
"Bukan hanya itu, Pak," tambah Sapar. "Ada juga Nadya, Yasmine, dan Raihana yang membaca buku-buku variatif, dari fikih hingga pengembangan diri. Pilihan mereka sangat matang."
Tiba-tiba, pintu perpustakaan terbuka, dan masuklah M. Adri Baqir Alfathan dan Andre Wiratha Imami. Mereka berjalan tenang menuju meja pengembalian buku, membawa beberapa buku sejarah Islam. Hawa sejuk dari AC terasa menyentuh kulit mereka yang berkeringat.
"Sudah selesai membacanya, Nak?" tanya Laksmi.
"Sudah, Bu," jawab Adri. "Buku Thalhah bin Ubaidillah ini bagus sekali. Saya jadi tahu tentang salah satu sahabat Nabi yang mulia."
Andre menambahkan, "Saya juga, Bu. Buku Strategi Parit ini membuat saya sadar betapa cerdasnya Nabi dalam berperang."
Pak Hartawan mendengarkan dengan seksama, senyumnya semakin lebar. "Jadi, kalian menyelami sejarah, ya? Itu luar biasa. Kalian tidak hanya membaca untuk tugas, tapi juga untuk memperkaya jiwa."
"Betul, Pak. Pilihan buku mereka sangat dewasa," ucap Eko. "Bahkan ada yang membaca tentang Keajaiban Laut dan Ensiklopedia Sirah."
Pak Hartawan menghela napas panjang, menatap sekeliling ruangan yang dipenuhi buku. Aroma kertas dan lem yang khas memenuhi hidungnya. Ia merasa hatinya penuh kebanggaan. Ia tahu bahwa di balik kesibukan para petugas perpustakaan dan di balik setiap data peminjaman, ada siswa-siswa yang sedang tumbuh. Mereka bukan hanya pelajar, tetapi penjelajah pengetahuan yang berani.
Di hari itu, di antara rak-rak buku yang menjulang, kelas 8F membuktikan bahwa membaca adalah perjalanan yang tak hanya memperluas wawasan, tetapi juga memperkaya hati dan jiwa. Mereka adalah bukti hidup bahwa literasi bukan sekadar kegiatan, tetapi sebuah gaya hidup intelektual yang terus tumbuh, selaras dengan pantun-pantun yang mereka buat untuk menyuarakan aspirasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI