"Kasih. Supaya dia juga tahu, nilai hidup itu bukan soal otak aja. Tapi juga hati," jawab Yani, yakin.
Sore berganti malam. Layar laptop masih menyala. Ruang guru makin sepi, tapi diskusi batin masih ramai di kepala Yani. Setiap angka di tabel bukan sekadar simbol akademik. Ia adalah cermin. Cermin tentang siapa siswa itu sebenarnya, dan siapa Yani sebagai guru.
Hidungnya bisa mencium wangi samar parfum murid yang tertinggal di ruang kelas, telinganya bisa menangkap gema tawa dan tangis selama satu semester, lidahnya masih terasa getir karena kopi yang tak sempat manis, kulitnya merasakan hangatnya meja yang telah menjadi saksi betapa tak mudah jadi guru.
Tapi hatinya?
Hatinya... mulai tenang.
Karena ia tahu, di balik angka-angka itu, ia telah menanam sesuatu: nilai kehidupan.
Dan di akhir semester ini, ia bukan hanya membagikan rapor.
Ia membagikan harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI