Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 20 Yoganidra 11

2 Agustus 2021   10:11 Diperbarui: 2 Agustus 2021   10:16 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih  Pelangi  Kasih, Yoganidra  11 ( lukisan  Bp  Y.P.Sukiyanto )

Yoganidra ( 11 )

Cerita  sebelumnya :

Hatiku menjadi tenang dan damai, karena aku yakin pasti semua yang dijanjikan akan terlaksana. Kalau dia yang telah menginjak kepala ular lambang setan pembawa dosa yang mematikan, dia juga berkuasa sebagai pengantara rahmat Allah sang Khalik, untuk menggagalkan sesuatu yang akan menyerang putra-putrinya dalam roh. (  Bersambung  )

Aku tepekur dalam hening, makin wening, dan terdengar jelas bisikan di telingaku dari Eyang Mpu Barada. "Berdoa terus, cucunda, mohonlah kepada wanita cantik yang menemuimu, Eyang akan segera bertindak. Eyang merasa ada kekuatan dahsyat yang datang dari keluhuran adi kodrati bersekutu membantu Eyang. Berdoalah terus, cucunda, kita melawan kekuatan setan yang mahadahsyat, tetapi Eyang yakin, Yang Maha Kuasa akan menolong kita dengan rahmat-Nya yang luar biasa.

"Baik Eyang Maha Mpu Barada, cucunda akan tekun dalam doa."

Keheningan malam semakin pekat melarut sunyi, senyap meraup suara malam,  sepi ... sepi tak berperi. Kudengar dengan jelas suara para bala setan dan iblis, jin, dan roh jahat lainnya yang saling memberi semangat untuk menggali sumur dengan komando Lembu Suro.

Saat itu juga tubuh Eyang Mpu Barada memancarkan sinar seperti matahari. Eyang Mpu berjalan mengelilingi setiap kampung sehingga orang yang sedang terlelap tidur terbangun dan memulai aktivitas sebagaimana biasa, menyapu kebun, halaman depan mengumpulkan sampah, dan membakarnya. Para perempuan sebagian mulai menumbuk lesung mempersiapkan makanan pagi, sehingga suasana seperti pagi tiba.

Ajaibnya lagi muncul surya pagi benderang di ufuk timur yang menerangi tepat puncak Gunung Kelud. Keajaiban ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada campur tangan yang Kuasa. Anehnya bayangan munculnya mentari pagi itu hanya dapat dilihat oleh Lembu Suro dan para pengikutnya, juga rakyat sekitar. Aku sendiri masih merasakan hari itu larut malam, dan bayang matahari itu adalah fatamorgana dari negara lain, tempat lahirnya Sang Timur, penguasa Jagad Raya.

Aku hanya bisa menangis penuh syukur, tiada habis aku bersyukur, memuji Allah sang Murbeng Jagad. Kulepas selendang kuningku yang telah kusiapkan dari rumah dengan tulisan "Kamu telah gagal untuk memenuhi persyaratanku, Lembu Suro, jangan menginjakkan kakimu di istana Romo Prabu lagi."

Selendang kuning itu kugantungkan di ranting pohon mahoni yang terletak di pendopo Penanjakan Gunung Kelud. Aku langsung memacu Gagah Lintang kembali ke keraton dengan suasana penuh syukur. Kupacu kudaku dengan hati dan wajah berseri.

Sesampai di keraton, hari masih gelap. Romo Prabu dan Ibunda Ratu, serta Paman Narotama dan Bibi Sekar Tanjung yang berjaga sepanjang malam terkejut melihat kepulanganku.

"Kau dari mana, putriku?"

"Dari Gunung Kelud, Romo."

"Apa yang terjadi? Fajar belum menjelang, dan kau sudah kembali. Apakah pekerjaan Lembu Suro sudah selesai? Romo kira kamu ada di kamar samadi!" Pertanyaan Romo Prabu tertumpah, disusul pertanyaan Ibunda Ratu.

"Semua sudah berakhir, Romo, Lembu Suro gagal memenuhi

 persyaratanku!"

"Bagaimana mungkin ini masih jam tiga pagi."

"Bagi manusia memang tidak mungkin, namun bagi Tuhan, Sang Murbeng

 Jagad, tiada yang mustahil."

Lalu kuceritakan semua yang terjadi selama semadi di Gunung Kelud, tentang pertemuanku dengan wanita cantik yang bernama Maria, ibu Yoshua Emanuel yang terkenal disebut Yesus penebus dunia. Dia yang mengatakan bahwa aku putrinya dalam roh, yang diserahkan oleh putranya saat penyaliban menebus dosa manusia. Dialah yang menolongku dan meminta bantuan putranya untuk memunculkan matahari di malam kelam sehingga suasananya seperti pagi tiba.

Kejadian aneh yang lain, dari Eyang Mpu Barada membisiki dan merasa ada kekuatan adi kodrati yang bersekutu dengan dirinya sehingga tubuhnya mengeluarkan sinar seperti terang matahari, sehingga sewaktu Mpu Barada berkeliling ke kampung penduduk, mereka terbangun karena merasa hari sudah pagi.

Keempat orang junjunganku itu termangu mendengar ceritaku, "Sungguh keajaiban-keajaiban yang terjadi di luar kasunyatan dan nalar manusia. Semua itu adalah kuasa Sang Hyang Widhi yang mendengarkan doa-doa hambanya atas perantaraan orang suci yang memohonnya pada Sang Khalik," demikian tegas Romo Prabu.

Aku kembali mohon diri untuk menyucikan diri dengan mandi kembang tujuh rupa. Kurasakan air yang mengguyur tubuhku begitu dingin, segar ... seolah aku baru dilahirkan kembali jiwa dan ragaku.

 Bundaku membuatkan bubur ketan hitam (agar jauh dari aral melintang atau malapetaka), bubur merah putih (tanda kesejatian adanya manusia) yang terdiri dari dua unsur bibit dari ayah, bundanya. Bubur sumsum dengan juruh dari gula jawa yang manis (lambang agar kuat kerohaniannya serta manis dalam mensyukuri kehidupan), serta nasi urapan (lambang kesuburan dan rejeki kehidupan yang dianugerahkan dari sang Khalik kepada umat-Nya) semua itu yang diharapkan setiap menempuh hidup agar memperoleh bimbingan rahmat Sang Murbeng Jagad hingga akhir hayatnya.

Makanan itu untuk bancakan, dibagikan kepada para keluarga besar istana, para punggawa, para dayang dan warga sekitar agar ikut merasakan syukuran bahwa aku terbebas dari 'malapetaka' pinangan dari Lembu Suro.

Setelah upacara selesai, Romo Prabu tidak menunggu lama lagi. Aku pun segera dikirim ke tempat Eyang Maha Mpu Barada. (Bersambung )

Oleh  Sr. Maria  Monika  SND

2 Agustus, 2021

Artikel  ke :424


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun