Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ilusi Penghapusan Kemiskinan Ekstrim 0% pada 2024

26 Juni 2023   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2023   08:08 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh: Mona Fatnia Mamonto, S.Pd

Kemiskinan tak kunjung rampung, sementara sekat-sekat korupsi pun makin menjamur, tak ada arah apapun dalam penyelesaiannya pun pada berbagai rencana yang dibilang terukur, beribu proyek besar mulai diukur agar nantinya skala pencapaian tujuan tak terlihat amburadul. Hal ini pun sejalan dengan tujuan Presiden Jokowi untuk menargetkan percepatan penururan kemiskina ekstrem dari angka 2,04 ke 0 % di tahun 2024.  

Lalu penghapusan kemiskinana yang mana lagi dijadikan target dalam penuntasan angka tersebut, sementara dalam setiap daerah skala ekonomi masyarakat tak menentu ?

Kemiskinan ala Kapitalis

Setiap beban ada masanya, pun pada keadaan masyarakat yang setiap hari mengais rezeki untuk bisa bertahan hidup ala kadarnya, bukan sebuah pilihan ketika keadaan memaksakan, namun hal ini didukung oleh sistem yang mengaturnya. Kemiskinan tak pernah rampung meski telah berganti manusianya. 

Hal ini berbalik dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menargetkan penghapusan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia tahun 2024, ia pun mengatakan bahwa upaya penurunan kemiskinan ini sebenarnya sudah jalan namun terkendala oleh keadaan Covid-19 2 Tahun lamanya, dan berkaitan dengan kemiskinan ekstrem ini sudah direncanakan di periode ke dua sehingga nantinya angka kemiskinan yang ada sudah masuk pada angka 0, yang ini pun menjadi salah satu program periode kedua dalam penuntasan kemiskinan dengan percepatan yang terencana. (Tirto, 09-06-2023).

Namun dari terget yang direncanakan pun terlalu ambisius, terlebih masa pengerjaannya hanya satu tahun yang di mulai tahun 2024. Wajar bila target yang dibuat diluar nalar. 

Bila melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Maret tahun 2021 ada 2,14 % atau 5,8 juta jiwa masyarakat Indonesia masuk dalam kategori miskin ekstrem, dengan mempertimbangkan dari berbagai kondisi, kemiskinan ekstrem ini pada tahun 2024 bisa mencapai 2,6 % atau 7,2 -- 8,6 juta jiwa. (Voaindonesia,10-06-2023).

Tentu proses penghapusan kemiskinan ekstrem ini digenjot sedemikian rupa agar sesuai target yang terarah, penghapusannya pun malah akan membuat ketimpangan sosial ditiap daerah. 

Pasalnya seluruh pelosok daerah yang ada di Indonesia hari ini tak semuanya rata, misalnya saja di daerah terpencil yang penghasilannya hanya bisa didapatkan apabila ada yang memperkerjakan mereka sebagai buruh harian, mereka inilah kelompok yang terpinggirkan. Maka hal ini tak akan semudah memberantas kemiskinan di tiap pelosok daerah.

Hal ini pun didasari pada beberapa hal ; Pertama, adanya optimisme data dari pemerintah terkait dengan masyarakat yang tergolong dalam keluarga miskin ekstrem, baik nama dan alamat dari keluarga tersebut. Kedua, pemerintah menerapkan tiga strategi dalam menurunkan dan menghapuskan kemiskinan ekstrem.

Kemiskinan ekstrem sendiri terjadi akibat adanya kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) yang hanya mencapai $1,9, BPS pun pada 2021, mengkategorikan kemiskinan ektrem dengan pengeluaran dibawah Rp 10.739/0rang dalam perharinya atau Rp 322.170/ orang dalam setiap bulannya. Ini pun berdasarkan kategori pada bulan maret yang memiliki 2,1% atau 5,8 juta jiwa warga Indonesia yang termasuk dalam keluarga miskin ekstrem.

Pada dasarnya, kemiskinan ekstrem terjadi akibat penerapan ekonomi kapitalisme yang memandang segalanya hanya berupa materi, apapun yang dihasilkan asalkan menghasilkan materi akan diberi jalan. Ini pun mengarah pada sumber daya alam yang dikuasai oleh para pemilik modal, yang akhirnya kekayaan negara dikeruk habis-habisan dan dinikmati oleh segelintir orang. 

Sedangkan fakta dilapangan berbeda jauh, masyarakat sendiri tak tersejahterahkan, alih-alih kekayaan dari sumber daya alam dinikmati oleh rakyat dalam negeri, mencari sesuap nasi pun sungguh sulit. Inilah yang menyebabkan rakyat tetap miskin pada tempatnya. Lalu solusi yang diberi hanya berupa bantuan sosial yang hanya itu-itu saja.

Namun, parahnya program bantuan dari pemerintah yang seringnya diberikan sebagai solusi untuk menanggulangi kemiskinan disetiap daerah, nyatanya tak ada harapan. Sebab hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal ; Pertama tidak adanya Koordinasi yang pasti di tingkatan pemerintah sendiri untuk mengsinkronkan program-program bantuan yang ada, Kedua, tingkat kesulitan penghapusan kemiskinan ekstrem juga tinggi, salah satunya karena identifikasi penerima program  yang kadang tak jelas siapa penerimanya.

Target waktu penghapusan kemiskinan ekstrem hanya dalam waktu setahun sangatlah ambisius melihat faktor penyebab terjadinya kemiskinan ini, apalagi jenisnya termasuk dalam kemiskinan struktural.  Tidak  akan mampu hanya dengan beragam program, namun perubahan harus menyentuh akar persoalan, karena sistem ekonomi kapitalis memang meniscayakan terwujudnya kemiskinan.

Bila ditelisik lebih jauh, kasus kemiskinan ekstrem yang melanda indonesia hari ini adalah kemiskinan yang bukan tanpa sebab, melainkan kemiskinan yang terstruktur. Dengan kategori masyarakat sosial yang berbeda-beda, dengan pendapatan yang terbilang kecil setiap bulannya. Walhasil, kemiskinan yang terjadi bukan berasal dari rakyatanya, tetapi dari negara yang salah mengurusi rakyatnya, yang harusnya sesuai dengan sila ke dua, kini malah berbalik rakyat yang mengurusi negara.

Solusi Islam Yang Terbaik

Masalah tidak akan terjadi, apabila yang dituju bukan dasarnya. Sama seperti kemiskinan yang terus menjamur hingga hari ini, pada hakikatnya kebutuhan primer dan sekunder manusia tidak terpenuhi bahkan sampai tingkat mensejahterahkan. 

Dalam Islam sangat berbeda dalam penyelesaian masalah kemiskinan, sebab bila pada sistem kapitalisme aturan bisa tambal sulam, sedang dalam Islam semuanya dijamin, mulai dari kebutuhan primer secara menyeluruh dan membantu setiap individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan ini,pun jaminan pemenuhan kebutuhan primer adalah dasar dari ekonomi Islam.

Dalam Islam sendiri, kepemilikan atas sumber daya alam adalah tujuan untuk mensejahterahkan setiap individu, ini pun pada pemenuhan kebutuhan dari masyarakatnya. Sebab dalam Islam sendiri bukan melihat sesuatu atas dasar manfaat, seperti halnya kapitalis.

Kebutuhan primer sendiri terbagi dalam dua bagian. Pertama, kebutuhan bagi tiap individu, yakni sandang, pangan, dan papan. Kedua, kebutuhan bagi rakyat secara menyeluruh, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ini pun sejalan dengan dalil yang menjelaskan perihal kebutuhan primer.

Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Salah seorang di antara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjulanya) sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin memberinya atau menolaknya." 

(HR Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).

Dalam hal ini, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu dengan mewajibkan para lelaki mampu bekerja. Untuk memastikan hal itu terlaksana dengan baik, negara menjamin tersediannya lapangan pekerjaan. Dalam naungan sistem Islam yang nantinya negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Ini pun berwujud juga pada pengaturan kepemilikan sumber daya alam.

Hal ini berkelanjutan pada kepemilikan umum seperti hutan, tambang, sungai, laut, gunung, merupakan hak rakyat, yang dengan ini pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Sebab kepemilikan umum sendiri tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang baik individu/swasta karena nantinya menyebabkan penguasaan sumber daya alam yang akhirnya berujung pada ketimpangan ekonomi.

Karenanya, kemiskinan ekstrem bukanlah berasal dari rakyatnya, melainkan dari negara yang menaunginya, sebab negara tidak akan mungkin membuat satu rakyatnya kelaparan, sementara gaji yang didapatkan oleh pemerintah dalam bingkai negara adalah pemasukan dari rakyat.

Lantas masalah kemiskinan hanya akan terselesaikan dengan aturan yang dipakai tidak mudah diutak atik oleh sembarang orang, terlebih ditambal sulam semaunya. Sebab hanya dalam naungan Islamlah setiap individu tersejahterahkan, dengan aturan yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tidak akan mudah diganti-ganti. Sebab hanya dengan penerapan Islam kaffahlah yang akan mampu mengentaskan kemiskinan ekstrem, tidak hanya di Indonesia, namun juga  di Dunia.

Wallahualam bissawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun