Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cemas karena Pekerjaan Tidak Tuntas Saat Liburan, Apakah Termasuk Post Holiday Blues?

4 Januari 2024   00:56 Diperbarui: 8 Januari 2024   16:50 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mengisi Liburan dengan bekerja (dokpri)

Sejak menjadi kepala sekolah pada pertengahan tahun 2019 silam saya merasakan hampir tidak pernah menikmati libur pergantian tahun, yang selalu dalam satu rangkaian dengan libur natal, sebagaimana mestinya. Setiap libur akhir tahun saya jarang memiliki kesempatan, paling tidak, duduk dengan santai di rumah menikmati hari libur secara leluasa atau pergi ke sebuah tempat tertentu untuk melegakan pikiran dan perasaan.

Setiap kali liburan akhir tahun tiba, saya nyaris selalu dihadapkan pada pekerjaan mendesak yang perlu segera diselesaikan. Mungkin ini pengakuan yang terkesan berlebihan tetapi memang begitulah kenyataannya. Secara umum pekerjaan itu berupa laporan kegiatan  sekolah, seperti, keuangan, data fisik sekolah, kepegawaian, sampai data siswa.

Di akhir tahun biasanya ada begitu banyak hal tertunda yang harus dirampungkan atau permintaan data yang bersifat sekonyong-konyong. Tidak jarang saya harus nongkrong di sekolah. Tentu saja nongkrong bukan sembarang nongkrong tetapi mengerjakan hal-hal yang bersifat krusial dan harus segera mendapatkan penyelesaian. Ini dialami oleh hampir semua kepala sekolah.

Pada awalnya saya merasa seperti memerlukan energi yang lebih dari biasanya. Namun kemudian saya menjadi terbiasa menjalani hari-hari libur dengan pekerjaan yang menumpuk.

Rupanya berhadapan dengan pekerjaan saat libur pada tahun-tahun sebelumnya, saya hadapi juga dalam liburan semester, natal, dan tahun baru di ujung tahun 2023.

Saya dan tentunya beberapa guru yang ada di sekolah dituntut menyelesaikan e-kinerja, melakukan evaluasi dan perubahan beberapa program, atau menyelesaikan pelaporan keuangan. Sebuah sekolah bahkan meminta saya memberikan pendampingan pemanfaatan PMM.

Apa yang saya alami dalam liburan akhir tahun lambat laun menjadi sesuatu yang biasa. Hal itu tidak menjadikan saya dilanda kesedihan karena kehilangan kesempatan untuk berlibur dalam arti yang sebenarnya.

Kesedihan itu justru muncul ketika saya tidak dapat menuntaskan semua tumpukan itu saat liburan. Ada rasa bersalah bertubi-tubi ketika saya tidak dapat memenuhi ekspektasi. Ini menjadikan saya merasa cemas, tidak nyaman, dan tentu saja ada sisi kesedihan karena tidak semuanya dapat diselesaikan secara utuh.

Apakah ini tergolong post holy days? 

Dikutip dari Kompas, Post Holiday Blues (PHB) secara umum mengacu pada tekanan mental, kecemasan, dan kesedihan yang muncul setelah liburan. PHB bisa menciptakan penderitaan dalam jangka pendek pada diri seseorang pasca liburan. Ia bisa mengalami kesedihan setelah kembali ke rumah atau menjalani rutinitas normal setelah liburan. Apalagi jika liburan itu menyenangkan. PHB kemungkinan juga dapat disebabkan oleh rencana liburan yang tidak memenuhi harapan atau rasa sesal karena melakukan atau mengabaikan sesuatu saat berlibur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun