Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebatang Anggur di Halaman Ayah

14 Juni 2022   15:35 Diperbarui: 8 Oktober 2022   11:00 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para perokok berdalih, leluhur mereka sudah mengenal rokok. Bahkan rokok leluhur itu mengandung nikotin dan tar yang jauh lebih padat dari rokok sekarang. Tembakau orang tua dulu jenisnya hitam dengan aroma menyengat. Jika dihisap saluran nafas serasa dilintasi sebuah dump.

Para perokok yang sudah kecanduan memang selalu mencari alibi. Mereka akan menggunakan argumen apa saja untuk membenarkan tindakannya.

Rupanya cara berfikir para perokok telah merambat ke kehidupan masa kini. Dalam kehidupan sosial seseorang sering kali berlaku semaunya tanpa hirau kepada aturan yang telah ditetapkan atau telah disepakati bersama.

Lihatlah di jalan raya, misalnya, banyak ditemukan pengendara melanggar traffic light saat lampu berwarna merah. Karena sepi dan tidak ada polisi mereka melaju tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas. Anak-anak muda membuka handphone dengan tangan kiri dan tangan kanan kanan memegang stang ketika motor sedang melaju. Atau sering tampak seseorang membuang bungkus makanan plastik ke saluran atau sungai. 

"Hanya selembar plastik kecil. Tidak akan berpengaruh terhadap saluran," kilahnya jika ditegur.

Memang tidak berpengaruh tetapi soalnya bukan itu. Tindakan itu masalah mental, kebiasaan, dan perilaku. 

Mengambil uang orang lain seratus rupiah atau seratus ribu rupiah memiliki kesamaan. Sama sama mencuri.

"Dari kandang sebelah," Ayah menjawab pertanyaan saya setelah kami menjeda kenikmatan cairan hitam dan asap putih. Sambil menjawab, tangannya menunjuk posisi kandang tetangga yang memiliki ternak sapi di samping rumah.

"Saya mau menanam anggur," lanjutnya.
"Anggur?"
"Ya. Anggur." kata ayah meyakinkan saya.
"Anggur jenis apa?"
"Pokoknya anggur. Sepertinya bagus untuk perindang."
"Ayah pernah lihat anggur pohon?"
"Anggur pohon?"
"Ya. Anggur pohon."
"Seperti apa?"
"Ya. Seperti pohon. Tidak merambat seperti anggur biasa. Tidak membutuhkan rak atau para-para. Tidak merambat seperti anggur pada umumnya. Tetapi bibitnya lumayan mahal."
"Harganya berapa?"
"Tergantung. Yang sudah besar bisa mencapai 500-700 ribu."

Saya membuka smartphone dan melakukan browsing untuk mencari bentuk anggur pohon. Saya perlihatkan.

Ayah melihat gambar pada smartphone yang saya sodorkan. Dahinya mengernyit pertanda membuat fokus pandangan pada objek yang dilihatnya. Sepertinya beliau tertarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun