Mohon tunggu...
Kang Moenir
Kang Moenir Mohon Tunggu... Lainnya - Berproses menjadi sesuatu

Murid yang masih butuh bimbingan seorang Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Desa "Mengepung" Kota, Strategi Bawaslu Perangi Politik Uang

14 Januari 2022   16:44 Diperbarui: 17 Januari 2022   09:45 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Praktik politik uang ini terbukti sudah mencederai sistem demokrasi kita, dan harus diakui bahwa politik uang telah tumbuh subur dalam sistem sosial kemasyarakatan kita. 

Maka dibutuhkan sebuah upaya yang sistematis dan massif serta dukungan dari masyarakat dalam memberantas keberadaan politik uang ini. 

Masyarakat harus disadarkan bahwa praktik politik uang dalam pemilu akan menciptakan seorang pejabat publik yang korup dan tidak pro terhadap rakyat. 

Awal mula terjadinya korupsi di dalam pemerintahan ialah proses pemilu/ pemilihan yang didominasi praktik politik uang. Akibatnya ialah biaya politik yang tinggi. Maka dari itu, cara mencegah korupsi dapat di awali dari memberikan pendidikan politik mengenai politik uang di tingkat basis.

Lantas siapakah yang pihak-pihak yang berkewajiban/bertugas memberikan pendidikan politik?

Berdasar konstitusi, pihak yang berkewajiban memberikan pendidikan politik salah satunya adalah Badan Pengawas Pemilu, selain Partai Politik tentunya.  Wabil khusus Bawaslu Kabupaten/Kota, kewajiban itu termaktup pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yakni mengembangkan pengawasan Pemilu partisipatif (Pasal 104, huruf f). Pengawasan Partisipatif kurang lebih berarti melibatkan seluruh warga negara untuk ikut aktif dalam proses pengawasan pemilu. Proses melibatkan warga dalam pengawasan Pemilu ini secara otomatis dilalui melalui kerja-kerja pendidikan politik. Salah satu materinya, tentu bagaimana penyelenggaraan Pemilu berintegritas, tanpa politik uang. Kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota mengembangkan pengawasan Pemilu partisipatif ini sejalan dengan salah satu tugas yang diembannya, yakni mencegah terjadinya praktik politik uang (Pasal 93e, Pasal 97c, Pasal 101c)). 


Maka, Bawaslu ini setidaknya sejak dipermanenkan terus melakukan langkah-langkah strategis yang bertujuan untuk mencegah praktek politik uang. Basis pencegahan ini bisa dimulai dari keluarga dan lingkungan sosial terdekat. Untuk itulah kemudian disusun sebuah konsep Desa Pengawasan dan Desa Anti Politik Uang untuk menghasilkan Pemilihan Umum yang bersih dan bermartabat.

Sesuai dengan konsep Bawaslu, definisi Desa Pengawasan adalah Desa yang masyarakatnya memiliki kesadaran untuk terciptanya pemilu yang demokratis dan mampu menekan potensi pelanggaran dengan pendekatan pencegahan dan penindakan serta berpartisipasi ikut mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran di wilayahnya. 

Sedangkan Desa Anti Politik Uang (Desantiku) adalah desa yang karakteristik masyarakatnya diharapkan memiliki kesadaran politik tinggi untuk mewujudkan demokrasi  bersih  dan  bermartabat  serta memiliki komitmen kokoh menolak dan melawan politik uang.

Deklarasi Desa Pengawasan maupun Desa Anti Politik Uang ini cukup marak di Pemilu 2019 lalu. Di Kabupaten Semarang misalnya, ada 3 Desa Pengawasan dan 24 Desa Anti Politik Uang. Kemudian program ini dilanjutkan pada tahun 2021. Meskipun dalam suasana Pendemi Covid-19, Bawaslu Kabupaten Semarang bisa menambah jumlah Desa Pengawasan dan Desa Anti Politik Uang, masing-masing 4 Desa. Sehingga secara keseluruhan, di Kabupaten Semarang hingga akhir 2021 terdapat 7 desa pengawasan dan 27 Desa Anti Politik Uang. Dibandingkan keseluruhan desa/kelurahan di Kabupaten ini, yakni 235 Desa/Kelurahan, jumlah Desa Pengawasan maupun Desa Anti Politi uang ini memang masih relative sedikit.

Pembentukan Desa Pengawasan maupun Desa Anti Politik Uang ini merupakan bentuk sinergi antara penyelenggara pemilu yang jujur dan adil serta keinginan publik yang kuat untuk menghilangkan hal-hal yang merusak demokrasi, termasuk salah satunya praktik politik uang. Baik pemberi maupun penerima harus diedukasi guna memberantas praktik politik uang ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun