Mohon tunggu...
mochezyfirmanzah
mochezyfirmanzah Mohon Tunggu... mahasiswa

saya suka memelihara ikan dan tumbuhan,saya adalah orang yang suka akan hal hal baru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Civil Society Islam: Meneguhkan Masyarakat Madani di Nusantara

11 Oktober 2025   10:50 Diperbarui: 11 Oktober 2025   11:12 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

Tulisan ini membahas peran gerakan civil society Islam dalam membangun masyarakat madani di Indonesia. Melalui kajian nilai-nilai Islam seperti keadilan (adl), musyawarah (syura), persaudaraan (ukhuwah), dan tanggung jawab (amanah), artikel ini menelusuri kontribusi organisasi Islam --- terutama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah --- dalam memperkuat demokrasi, keadilan sosial, dan solidaritas kemanusiaan. Analisis ini juga menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi oleh gerakan masyarakat sipil Islam, seperti kedekatan dengan kekuasaan dan fragmentasi internal. Berdasarkan telaah dari berbagai jurnal akademik Indonesia, tulisan ini menegaskan bahwa Islam memiliki potensi besar sebagai kekuatan moral dan sosial dalam membangun demokrasi yang berkeadaban.

Pendahuluan

Ketika berbicara tentang civil society atau masyarakat sipil, banyak orang langsung membayangkan konsep dari Barat. Padahal, nilai-nilai masyarakat sipil sebenarnya sudah lama hidup dalam tradisi Islam: keadilan, musyawarah, solidaritas, dan kebebasan berpendapat. Dalam konteks Indonesia, gerakan civil society Islam menjadi bagian penting dalam membangun demokrasi dan memperkuat masyarakat madani.

Menurut Tenriabeng Mursyid (2020), umat Islam di Indonesia memiliki potensi besar sebagai penggerak masyarakat sipil karena ajaran Islam mendorong partisipasi sosial dan kontrol moral terhadap kekuasaan negara. (Qaumiyyah Journal)

Konsep Civil Society dalam Islam

Konsep civil society dalam Islam tidak perlu diimpor mentah-mentah dari Barat. Islam sendiri memiliki dasar nilai yang serupa --- seperti syura (musyawarah), adl (keadilan), ukhuwah (persaudaraan), dan amanah (tanggung jawab).

Jamhari (2015) dalam artikelnya Civil Society di Masyarakat Muslim: Pengalaman Indonesia menegaskan bahwa gagasan masyarakat sipil dalam Islam bisa dikembangkan tanpa kehilangan jati diri, asalkan disesuaikan dengan kultur lokal umat Muslim. (ResearchGate)

Model awal masyarakat madani sebenarnya sudah tampak pada masa Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah, yang menegaskan prinsip keadilan, kesetaraan, serta kebebasan beragama di tengah masyarakat plural --- nilai-nilai yang sangat identik dengan civil society modern.

NU dan Muhammadiyah: Wajah Nyata Civil Society Islam

1. Nahdlatul Ulama (NU)

Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU bukan hanya lembaga keagamaan, tetapi juga kekuatan sosial yang berperan penting dalam pendidikan, kemanusiaan, dan demokrasi.

Dalam kajian oleh Esty Ekawati (2018) berjudul Nahdlatul Ulama sebagai Civil Society di Indonesia, dijelaskan bahwa NU memiliki kemandirian tinggi terhadap negara dan berperan sebagai pengontrol sosial terhadap kebijakan publik. (Garuda Kemdikbud)

NU juga aktif dalam kegiatan sosial, seperti saat pandemi COVID-19. Satgas NU Peduli COVID-19 menyalurkan bantuan kesehatan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat terdampak. Ini menunjukkan bahwa civil society Islam tidak berhenti pada wacana, tapi nyata dalam aksi sosial. (Jurnal Comdev IAIN Kudus)

2. Muhammadiyah

Muhammadiyah menampilkan wajah Islam yang rasional dan progresif. Menurut Ozi Setiadi (2021) dalam artikelnya di Jurnal Walisongo, Muhammadiyah membangun jaringan sosial yang kuat dan menjadi bagian dari critical network masyarakat. Gerakan ini bukan hanya mendirikan sekolah dan rumah sakit, tetapi juga aktif dalam wacana kebangsaan dan penegakan etika publik.

Muhammadiyah juga dikenal kritis terhadap kebijakan negara yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Namun, tantangan utamanya adalah menjaga keseimbangan antara peran moral-keagamaan dan posisi politik praktis agar tidak kehilangan independensinya.

Tantangan Gerakan Civil Society Islam

Walaupun kontribusi organisasi Islam sangat besar, beberapa tantangan masih menghambat efektivitas gerakan civil society di Indonesia:

1. Kedekatan dengan Kekuasaan -- Beberapa organisasi Islam cenderung terlalu dekat dengan elit politik, sehingga kehilangan posisi kritisnya sebagai pengontrol negara.

2. Fragmentasi Internal -- Banyak ormas Islam bekerja di level lokal tanpa koordinasi yang kuat antarwilayah, sehingga gerakannya cenderung terpisah-pisah.

3. Keterbatasan Sumber Daya -- Ketergantungan pada dana eksternal sering membuat organisasi kurang mandiri dan mudah terpengaruh oleh kepentingan donor.

4. Tegangan antara Idealisme dan Praktik Politik -- Dalam beberapa kasus, idealisme keagamaan sulit diterapkan dalam dunia politik yang penuh kompromi.

Menurut Moch. Muwaffiqillah (2022) dalam artikelnya Revitalisasi Civil Society Melalui Teologi Sosial Pasca Dua Dasawarsa Reformasi, banyak lembaga Islam perlu kembali ke nilai dasar: menegakkan keadilan sosial dan kemandirian warga. (Jurnal Asketik IAIN Kediri)

Relevansi Civil Society Islam bagi Demokrasi dan Keadilan

Gerakan civil society Islam memiliki peran strategis dalam memperkuat demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia.

Pendidikan dan Pencerahan Warga
NU dan Muhammadiyah telah mendirikan ribuan sekolah, universitas, dan pesantren yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Solidaritas Sosial dan Filantropi
Lembaga zakat, infaq, dan sedekah menjadi contoh nyata bagaimana Islam mendorong tanggung jawab sosial warga terhadap sesama.

Advokasi Keadilan dan Moderasi Beragama
Banyak organisasi Islam kini terlibat dalam gerakan anti-radikalisme, perlindungan minoritas, dan advokasi hak-hak perempuan.

Seperti ditulis oleh Abdullah Syahab (2014) dalam Peran Civil Society dalam Filantropi Islam, kekuatan masyarakat sipil Islam mampu mendorong pemerataan sosial dan memperkuat peran warga sebagai pelaku perubahan. (Tajdid UIN Jambi)

Penutup

Gerakan civil society Islam di Indonesia menunjukkan bahwa Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan kekuatan sosial yang aktif membangun bangsa. NU dan Muhammadiyah menjadi bukti konkret bagaimana nilai-nilai keagamaan bisa bertransformasi menjadi energi sosial dan demokratis.

Agar gerakan ini terus relevan, perlu ditekankan tiga hal penting: menjaga independensi dari kekuasaan, memperkuat jaringan antarorganisasi, dan memusatkan perhatian pada keadilan sosial. Dengan semangat masyarakat madani yang berpijak pada nilai Islam, bangsa Indonesia berpeluang menjadi contoh bagaimana agama dan demokrasi dapat berjalan beriringan secara damai dan konstruktif.

Referensi

1. Tenriabeng Mursyid. (2020). Islam dan Civil Society di Indonesia. Qaumiyyah Journal.

2. Jamhari. (2015). Civil Society di Masyarakat Muslim: Pengalaman Indonesia. ResearchGate.

3. Esty Ekawati. (2018). Nahdlatul Ulama sebagai Civil Society di Indonesia. Garuda Kemdikbud.

4. Ozi Setiadi. (2021). Muhammadiyah dan Jaringan Kritik di Masyarakat Madani. Jurnal Walisongo.

5. Moch. Muwaffiqillah. (2022). Revitalisasi Civil Society Melalui Teologi Sosial Pasca Dua Dasawarsa Reformasi. Jurnal Asketik IAIN Kediri.

6. Abdullah Syahab. (2014). Peran Civil Society dalam Filantropi Islam. Tajdid UIN Jambi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun