Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Strategi Licik Rezim Panik?

13 Agustus 2020   12:26 Diperbarui: 13 Agustus 2020   12:30 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amin Rais geram dengan politik belah bambu rezim yang kini sedang berkuasa. Wajar Amin Rais geram karena PAN sebagai partai yang diinisiasi oleh dirinya pun diserang politik belah bambu tersebut. 

Abdillah Toha juga pernah menulis tentang cinta Jokowi dengan kritik. Mencintai Jokowi bukan cinta buta. Orang orang bernalar mencintai Jokowi dalam bungkus sikap kritis.  Sikap yang memang sangat dibutuhkan dalam demokrasi yang sehat. 

Oposisi sudah mati. Semua masuk dalam rezim berkuasa. Akhirnya, tak ada keseimbangan politik yang sehat.  Bisa bisa fungsi kontrol akan diambil alih oleh rakyat dalam bentuknya yang destruktif jika saluran resmi wakil waktu Senayan telah dilumpuhkan. 

Seharusnya rezim berkuasa tak usah panik jika ada orang bernama Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang terkesan bandel.  Paling tidak, aspirasi rakyat yang ada bisa diwakili mereka. Karena aspirasi tak pernah tunggal. 

Tak mungkin dia manusia itu bisa menggerakkan demonstrasi besar, apalagi revolusi.  Biar dua orang itu bernyanyi sumbang. Karena kesumbangan mereka juga dibutuhkan sebagai sisi lain. 

Jangan sampai ada kesan licik dari rezim yang saat ini berkuasa hendak menundukkan mereka berdua juga.  Tak baik untuk sebuah demokrasi yang sedang tertatih ini. 

Ada yang berkuasa, ada yang mengawasi. Ada yang bekerja, ada yang menyinyirinya. Walaupun nyinyir merupakan kritik paling gak bermutu, tapi masih mending daripada semua diam, seolah olah segalanya sudah beres. 

Mari kita semakin dewasa dalam berdemokrasi. Mari kita berdiri dengan posisi masing-masing. Jangan terus dibuat menjadi tanpa yang lain. Kehidupan tanpa yang lain tak mungkin dalam sebuah demokrasi.

Biarkan mereka berdua tetap kritis ( boleh dibaca nyinyir). Daripada terlalu banyak yang nyinyir, biarkan mereka berdua mewakilinya. 

Tak perlu takut. Tak perlu panik. Tak perlu bertindak licik. 

Tadinya berharap dua manusia aneh ini menolak.  Sayang, ternyata mereka membuang dirinya sendiri dan tinduk pada kekuasaan. 

Apakah karena mereka sudah capai? 

Mungkin. Atau mungkin juga karena ada dunia yang lebih mengasikkan jika mereka ikut di dalam. Jadi, mereka sudah selesai. Sudah sampai terminal akhir. Dan sudah turun dari kereta. 

Jadi, kita cuma bisa mengelus dada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun