Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pentingnya Pengetahuan Narcissism Menjelang 2024

8 Maret 2022   10:59 Diperbarui: 7 April 2023   10:33 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sudah mulai diramaikan oleh mereka yang disebut akan menjadi calon presiden dan wakilnya di tahun 2024. Padahal, menurut sains siapa pun yang bersedia menjadi presiden pasti ada yang salah dengan mental mereka.

Apa yang salah dengan mental para presiden? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan singkat melalui analisis yang dilakukan para ahli pada Putin's personality. Mereka sepakat bahwa Putin memiliki ciri Antisocial Personality Disorder, yaitu narcissim & psychopathy, serta sekaligus juga machiavellianism. Semua itu disebut juga dengan dark triad personality.

Artikel di bawah ini menjelaskan, bahwa banyak pemimpin yang dianggap besar di dunia ternyata disebut ahli memiliki ciri narcissist. Satu riset yang menemukan fakta ini dilakukan oleh Harvard University (klik di sini).

Gambar: foto Putin yang diedit menjadi seperti menunggangi seekor beruang (https://www.quora.com/Does-Putin-ride-bears-to-show-dominance).
Gambar: foto Putin yang diedit menjadi seperti menunggangi seekor beruang (https://www.quora.com/Does-Putin-ride-bears-to-show-dominance).

Contoh "Gila" dari Indonesia


Dalam konteks Indonesia, jabatan bupati, walikota, atau gubernur merupakan beban yang amat berat. Salah satu beban terberatnya adalah "rongrongan" dari partai-partai politik yang telah memberi dukungan saat kampanye sebelumnya. "Rongrongan" ini lebih berat lagi pada jabatan presiden. Rongrongan juga datang dari beberapa kelompok masyarakat lain yang memberikan dukungan sebelumnya.

Belajar dari apa yang dialami Jokowi, kita bisa merasakan saat ia membentuk kabinetnya, yaitu dengan cara harus berkompromi dengan partai-partai yang telah mendukungnya. Tentu itu tidak ideal. Setelah kabinet terbentuk, kemudian Jokowi harus menghadapi berbagai manuver tak terduga dari para menterinya (yang dari partai politik). Misalnya "penghianatan" beberapa menteri yang telah ditunjuknya. Kita tahu ada menteri yang salah hitung dalam anggaran pendidikan, padahal itu mungkin artinya ia mencoba melakukan korupsi triliunan Rupiah. Belum lagi harus menghadapi berbagai demo dari segelintir kelompok masyarakat yang dibelakangnya adalah orang-orang dari partai politik juga yang mencoba mencari keseimbangan kekuasaan antara presiden dan partai-partai tempat mereka berada. Sebutan lain dari perbuatan itu adalah mengadu-domba presiden dengan rakyat.

Itu masih belum termasuk upaya menjatuhkan presiden yang dilakukan oleh berbagai unsur dari luar negeri. Mereka, antara lain menggunakan media sosial untuk menyebarkan hasutan. Kebencian yang begitu masif akhirnya berkembang di masyarakat kalangan bawah terhadap presiden. Apapun yang presiden kerjakan dengan mudah akan terlihat oleh masyarakat sebagai dilakukan oleh seorang gila, kejam, atau tolol atau bahkan dajjal. Padahal masyarakat ini tahu apa soal ukuran keberhasilan seorang presiden?

Jadi, hanya orang yang "gila" yang bersedia menjadi presiden di Indonesia (di negeri lain juga). Seorang capres harus memiliki "pemikiran gila" bahwa dirinya sangat hebat untuk mampu melawan semua yang disebut di atas, dan bahwa dirinya sangat pantas untuk menjadi presiden yang bakal memiliki berbagai karya besar, meski harus sambil menghadapi "serangan" bertubi-tubi dan tiap hari dari berbagai pihak, terutama lawan politiknya itu.

Gambar: Jokowi marah (Kompas.com)
Gambar: Jokowi marah (Kompas.com)
Sebagaimana sudah disebutkan di bagian awal artikel ini, riset telah menemukan, bahwa sebagian besar CEO di berbagai perusahaan besar disebut memiliki ciri narcissist hingga psychopath. Riset juga menyebutkan bahwa ciri itu sangat dibutuhkan untuk membawa organisasi yang dipimpinnya untuk ke puncak sukses. Persaingan antar perusahaan besar memang begitu keras. Sebutan lain untuk CEO ini adalah pemimpin, misalnya pemimpin politik atau pemimpin negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun