Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja dari rumah.

Minat yang terlalu sering berubah-ubah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dilema Arkeologi di Arab Saudi

18 Januari 2012   06:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:44 2827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arab Saudi termasuk Negara yang sukar ditembus bagi para peneliti arkeologi, walaupun keadaan sudah berubah dalam 5 tahun belakangan ini.  Peninggalan-peninggalan arkeologi di Arab Saudi banyak tersebar di pinggiran laut merah yang merupakan jalur perdagangan wewangian dan rempah-rempah kuno yang melintasi dari bagian selatan jazirah Arab (Yaman) menuju ke Gaza atau Petra Yordania. Kepala dan Cakar Singa dari abad pertama SM di Museum Riyadh Gambar dari Washingtontimes Di pantai timur jazirah arab (Bahrain, UEA dan Oman) juga banyak terdapat peninggalan arkeologis dari kerajaan-kerajaan yang berhubungan dagang dengan Mesopotamia /Persia melalui teluk Persia.  Sebetulnya peninggalan arkeologi didaerah kering mempunyai keuntungan tersendiri karena lebih awet karena jarang terkena hujan sehingga penemuan-penemuan baru di area ini sangat besar dengan kondisi yang relatif baik. Sayang sekali bahwa Arab Saudi tidak begitu mempedulikan sejarah, dan peninggalan-peninggalan arkeologis di tempat paling bersejarah Islam, Mekkah dan Madinah 90 persen telah hancur untuk dibangun hotel, apartemen atau tempat parkir. Dengan keterbatasan ijin ini para ahli sejarah masih bisa menemukan situs-situs arkeologi baru dengan bantuan Google Earth dalam kenyamanan ruang kerja mereka.  David Kennedy seorang ilmuwan Australia menemukan 2000 situs arkeologi di sebelah timur Jeddah Arab Saudi melalui Google Earth .  Penemuannya termasuk 1000 an lebih batu kuburan berbentuk liontin (air mata) yang dari ciri-cirinya diperkirakan berusia 9000 tahun walau masih harus dibuktikan karena melalui satelit umur reruntuhan tidak bisa diketahui. Sepertinya ada ketakutan bahwa arkeologi dapat menyingkap pengetahuan tentang masa lalu pra-Islam di  Arab Saudi sehingga mendorong Ulama-ulama ultrakonservatif untuk menentang upaya-upaya ekskavasi situs-situs arkeologi. Bagi muslim garis keras tanah Saudi harus tetap murni Islam.  Saudi melarang pemajangan gambar salib dan gereja-gereja.  Jika terdapat penemuan arkeologi non islam beritanya diusahakan terbatas karena khawatir penemuan itu akan dihancurkan muslim garis keras ini. Tetapi untunglah perlahan-lahan monarki Saudi diam-diam mulai menentang pendapat ulama-ulama tersebut dan mengijinkan ilmuwan Perancis untuk menggali di Mada’in Saleh, peninggalan Nabatean berusia 2000 tahun dibagian barat laut arab Saudi.  Terdapat 100 lebih kuburan kuno di Mada’in Saleh yang sekarang terbuka untuk umum dan telah menjadi UNESCO Heritage Site.

Kuburan di Madain Saleh konon peninggalan bangsa Thamud Museum-museum di kerajaan ini sekarang mulai menampilkan penemuan-penemuan dari situs-situs bersejarah ini, termasuk patung telanjang Apollo dan Hercules dari perunggu.  Patung-patung perempuan masih tidak boleh dipajang.  Walaupun demikian tetap ada batas dalam hal arkeologi ini, terutama jika bersinggungan dengan keyakinan.  Gereja Asyiria abad ke 4 di Jubail masih tetap terlarang untuk umum dan belum diteliti lebih lanjut. Sumber: Telegraph UK Washington Times
DMCA.com
DMCA.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun