Mohon tunggu...
Misri Gozan
Misri Gozan Mohon Tunggu... Guru Besar Teknik Kimia - UI, Ketua BATAP LAM TEKNIK-IABEE Persatuan Insinyur Indonesia

Ketua BATAP dan Komite Eksekutif LAM TEKNIK, Persatuan Insinyur Indonesia Guru Besar Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Pengasuh Pendidikan Dasar, Menengah dan Pesantren

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bijak Menyikapi Halal, Apakah Semua Harus Bersertifikat?

11 Juni 2025   08:58 Diperbarui: 14 Juni 2025   07:01 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo halal, produk halal. .(SHUTTERSTOCK/METAMORWORKS via kompas.com)

Walaupun bukan ahli fiqih, sependek pengetahuan penulis, dalam hukum Islam, keharaman suatu benda tidak hanya ditentukan oleh asalnya, tetapi juga oleh sifat dan tujuannya. 

Barang najis tidak otomatis haram digunakan, terutama jika tidak dikonsumsi secara langsung; tidak dipakai untuk ibadah; atau telah mengalami istihalah (perubahan total zat).

Sejumlah ulama besar, seperti Imam al-Qarafi, Ibn Taimiyah, hingga ulama kontemporer seperti Dr. Wahbah Zuhayli, menyatakan bahwa zat najis yang telah berubah secara total (istihalah tammah) menjadi zat baru yang suci dan boleh digunakan.

Sertifikasi halal bagi produk pangan dan non pangan (Sumber: Misri Gozan)
Sertifikasi halal bagi produk pangan dan non pangan (Sumber: Misri Gozan)

Contoh sederhananya: alkohol yang berubah menjadi cuka. Atau limbah najis yang menjadi pupuk organik. Maka, sangat tidak tepat jika semua barang yang pernah bersentuhan dengan unsur najis harus diwajibkan melalui prosedur sertifikasi halal yang panjang dan mahal.

Solusi Sederhana: Edukasi, Bukan Sertifikasi

Daripada mewajibkan semua produk non-pangan untuk bersertifikat halal, akan jauh lebih bermanfaat jika pemerintah menyusun dan menyosialisasikan daftar bahan haram/najis yang sering digunakan dalam industri non-pangan.

Daftar ini bisa mencakup, misalnya: lem dari babi; Enzim pelunak dari hewan tidak disembelih secara syar’i; Pewarna atau pelapis dari bahan najis

Pelaku usaha dapat diberi panduan untuk menghindari bahan tersebut, dan konsumen diberi pemahaman agar dapat bertanya atau memilih produk dengan lebih sadar. Tidak semua harus disertifikasi formal, cukup dengan transparansi dan pendidikan.

Belajar dari Negara Lain

Pendekatan moderat seperti ini sudah lebih dahulu diterapkan oleh banyak negara Muslim:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun