Kunci utamanya adalah rasa ingin tahu yang tulus. Alih-alih berusaha tampil menarik, lebih baik jadi pendengar yang baik.Â
Tanyakan hal-hal kecil, dengarkan cerita mereka, dan tunjukkan ketertarikan pada hal yang mereka bagikan. Orang cenderung merasa nyaman dengan mereka yang membuatnya merasa didengarkan.
Setelah beberapa kali bertemu, kamu bisa mulai mengajak mereka melakukan hal sederhana bersama---seperti ngopi, jogging, atau menghadiri acara komunitas.Â
Dari interaksi berulang dan konsisten itulah, rasa familiar akan tumbuh, dan hubungan bisa berkembang menjadi pertemanan yang alami.
Yang perlu diingat, membangun keakraban bukan soal cepat atau lambat, tapi soal konsistensi. Persahabatan dewasa jarang lahir dari pertemuan pertama, melainkan dari kehadiran yang berulang dan sikap tulus tanpa pamrih.
5. Mengarahkan Ekspektasi ke Dalam Diri Sendiri
Persahabatan di usia dewasa menuntut kita untuk lebih reflektif. Alih-alih menuntut perhatian, kita perlu bertanya pada diri sendiri:
Apakah saya sudah berusaha menghubungi lebih dulu?
Apakah saya memberi ruang ketika teman sedang sibuk?
Apakah saya bisa menerima bahwa hubungan bisa naik-turun seiring waktu?
Dengan mengarahkan ekspektasi ke dalam diri, kita berhenti menjadikan hubungan sebagai sumber frustrasi, dan mulai menjadikannya sebagai ruang tumbuh.
Kita belajar untuk tidak menilai nilai pertemanan dari seberapa sering teman hadir, tetapi dari seberapa tulus ia hadir ketika benar-benar dibutuhkan. Kadang satu panggilan telepon yang jujur bisa berarti lebih dari seratus pesan basa-basi.