Ini merupakan sistem milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat seluruh riwayat pinjaman seseorang. Baik itu kredit di bank, leasing kendaraan, hingga utang dari layanan fintech tertentu, semuanya tercatat di sini.
SLIK bisa dianggap sebagai "rapor keuangan" yang menggambarkan seberapa bertanggung jawab seseorang dalam mengelola utang. Riwayat ini mencakup informasi apakah seseorang rutin membayar cicilan tepat waktu atau justru menunggak.Â
Di kemudian hari, data inilah yang akan dijadikan pertimbangan oleh bank atau lembaga keuangan ketika kamu mengajukan pinjaman baru, misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Jika kamu punya catatan buruk, maka besar kemungkinan pengajuan kreditmu ditolak.Â
Ini bukan semata-mata soal tidak dipercaya, tapi karena lembaga keuangan punya tanggung jawab untuk menyalurkan pinjaman secara sehat dan tentu mereka tidak ingin mengambil risiko memberikan pinjaman kepada orang yang punya potensi gagal bayar.
Studi Kasus: Ditolak KPR karena Tagihan Paylater
Coba kita tengok kisah Rika (28), seorang karyawan swasta di Jakarta. Sejak awal kerja, Rika terbiasa menggunakan kartu kredit dan paylater untuk keperluan konsumtif.Â
Mulai dari belanja fashion, ikut kelas online berbayar, hingga traveling menggunakan cicilan 0%. Semuanya terlihat aman karena jumlah tagihannya tidak besar.Â
Tapi ia sering kali menunda pembayaran dan beberapa kali baru melunasi tagihan setelah lewat jatuh tempo.
Beberapa tahun kemudian, ketika Rika ingin membeli rumah pertama lewat program KPR, ia mengajukan permohonan kredit ke bank.Â
Dari segi penghasilan dan usia, ia termasuk kandidat yang layak. Namun, permohonannya ditolak.Â
Penyebabnya? Catatan riwayat kreditnya buruk di SLIK. Skor kreditnya rendah karena kebiasaan telat bayar cicilan paylater dan kartu kredit.