Mohon tunggu...
Mira Rahmawati
Mira Rahmawati Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Belum tahu apa-apa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesat

5 Oktober 2020   12:46 Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:56 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mana mungkin aku mau celakai anakku, Ndar. Gila amat. Kamu tahu, istriku harap aku mati dan anakku, si Eka ikut-ikutan dan bilang dia mending tak punya bapak karena malu. Orang-orang menyebutnya dia anak si sesat seenaknya. Ia tak tahu, bahwa dunia ini penuh kekejian. Apakah kita pernah merugikan orang yang tak pernah mengusik kita? Kalau orang menghajar, apa kita harus diam, Ndar?"

Setelah melihat lebih dekat si Rustam, memang ia tak begitu salah. Orang-orang membuatnya seperti itu. Rustam pun mengajakku untuk mengikuti kajian dalam kelompoknya, sekalian sowan  dengan Mbah Darma. Tapi, bukankah buat mencari kesalahannya sekalipun, kita harus terang melihatnya agar tidak meraba-raba dan menjadi pengamatan keliru?

Kenyataannya, mbah Darma tak seperti yang diperbincangan orang-orang. Dia ramah dan tak banyak peraturan. Kami hanya diminta hati-hati dengan kejahatan orang. Dia bilang, orang baik pun selalu punya musuh. Tapi memang masuk akal. Manuisa kadang iri dengan pencapaian orang lain.

Pak Kusmin, Sunarto, dan Aji-anggota termuda 22 tahun dalam kelompok ini pun mendekatiku pada perkumpulan itu.

"Anda sangat disambut Mbah Drama, bisa jadi anda si orang pilihan itu," tutur pak Kusmin.

Sunarto yang seumuranku dan si Aji berusaha mengalihkan pembicaraan. Orang-orang muda di sini rupanya lebih berhati-hari dalam bersikap. Aku pun mungkin belum dianggap sebagai bagian kelompok ini.


Selesai acara, Rustam mengajakku bertemu Mbah Darma.

"Itu kehormatan, tak semua orang diajaknya bicara. Padahal ia baru pulang dari luar kota, habis ini pun beliau punya jadwal lain, sibuk sekali."

Aku bisa melihat raut senang Rustam yang akhirnya bisa mengajak orang terdekatnya pada Mbah Darma, pemimpin kelompok ini.

"Wah, anak ini Nandar ya? yang guru yang lulusan luar negeri itu? Hebat. Jarang-jarang ada orang yang sekolah jauh sampai Eropa sana. Saya sih menyayangkan, kok sepertinya nak Nandar tak begitu dihormati orang di sini dibanding di luar sana."

"ya memang tidak begitu istimewa juga," kataku malu-malu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun