Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan tanah yang subur dan sangat cocok untuk pertanian. Namun, dibalik potensi besar tersebut, masih terdapat banyak persoalan krusial dalam bidang pertanahan. Permasalahan ini mencakup penguasaan tanah oleh segelintir orang, lemahnya pengawasan terhadap tanah negara, serta konflik antara kepentingan negara dan rakyat kecil.
Salah satu isu yang mengemuka belakangan ini adalah pernyataan viral dari Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala  Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) Nusron Wahid yang menegaskan bahwa tanah yang dibiarkan tidak dipergunakan selama 2 tahun berturut  - turut berpotensi ditetapkan sebagai tanah terlantar dan dapat diambil alih oleh negara. Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 20 Tahun 2021 pasal 7 ayat 2 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Isi Pasal
Adapun isi pasal tersebut adalah "Dalam hal subjek hukum pemegang hak tidak melaksanakan kewajiban dan/ atau tidak memanfaatkan tanah sesuai peruntukannya selama 2 tahun berturut-turut sejak ditertibkan haknya atau diperoleh tanahnya, tanah tersebut dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar".
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa berbagai jenis hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, hingga Hak Pengelolaan (HPL) dapat menjadi objek penertiban apabila tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Dan point yang paling menjadi perhatian publik adalah terkait Hak Milik (SHM) juga dapat berstatus tanah terlantar, apabila memenuhi kriteria tertentu.
Â
Adapun kriterianya adalah sbb:
1. Dengan sengaja tidak digunakan, tidak dimanfaatkan, dan/ atau tidak dipelihara.
2. Telah dikuasai masyarakat dan menjadi wilayah perkampungan.
3. Telah dikuasai pihak lain selama 20 tahun tanpa hubungan hukum dengan pemilik sah.