Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Barokah Cinta

18 Oktober 2021   13:26 Diperbarui: 18 Oktober 2021   22:24 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senyuman menggoda dari purnama menebarkan keindahan di semesta raya. Kerlap kerlip bintang dilangit mengekor membentuk kumpulan galaksi. Paduan harmoni sebagai penghias jagad raya yang mulai tergerus dekadensi moral dari para penghuni bumi yang menjadikan harta, tahta dan syahwat sebagai simbol kebahagian dan martabat diri. Sebuah pertanda, alam yang makin tua renta oleh perilaku manusia yang seakan kembali ke zaman purba.

Dijalanan yang menghitam, kendaraan mengular. Amat panjang. Bunyi klakson dan suara knalpot saling bersahutan. Saling berkejaran bak arena balapan. Asap knalpot membubung ke udara. Bentuk kepulan hitam yang sesakkan dada. Hitamkan jagad raya.

Diseberang jalanan, rentetan rumah tanpa nurani  berjejer diantara meraksasanya rumah-rumah tiang beton yang mengapitnya. Sebuah keminian Kota. Sebuah kenyataan yang menggambarkan dengan faktual adanya ketimpangan sosial yang amat kentara. Sebuah fakta kehidupan yang tak terbantahkan seiring dengan umbaran narasi patriotisme dari mulut bau para pemimpin negeri.

Diantara deretan rumah tanpa nurani, disebuah kamar berdindingkan triplek bekas proyek pembangunan rumah beton raksasa,deru suara anak manusia saling mendengus seiring hasrat manusia.  Deru syahwat mareka sebagai manusia tak terbendung.  Kadang suara dengusan mareka dikalahkan suara kereta yang lewat. Bahkan kadang kala dengusannya mengalahkan suara kereta yang lewat tanpa absen.

Lemparan dua kertas berwarna biru dari seorang lelaki jantan yang berlumuran wajah bahagia, menghantam ulu hatinya yang terluka. Lukanya makin dalam. Sangat dalam. Menganga tanpa terobati. Tanpa terobati.

Derit pintu terdengar dibuka saat dirinya masih bernoda. Tampak seorang wanita tua masuk. Senyumnya menggambarkan kegembiraan. Berita gembira apakah yang hendak disampaikannya? Tamu tajirkah yang datang? Atau tamu yang akan meregang batinnya dengan aksi neko-neko? Atau...
" Istirahat, ya Non," ujar Mbok Tua sambil memberikan segelas air putih dan selembar handuk.

Wanita itu hanya tersenyum. Berita tentang anaknya yan belum membayar SPP di sekolah Desa terus mengusik pikirannya. Hanya kepada anak semata wayangnya lah asa digumpalkannya dimimpinya yang kusut masai. Kepada putinya yang kini masih bersekolah di sekolah Kampung martabat dirinya, dimimpikannya.

Diusianya yang tak mungkin lagi berkompetisi dengan penggairah muda, disinilah dia melabuhkan hidupnya untuk anak semata wayangnya dan keluarganya di kampung.

" Masih ada tamu Mbok? Lumayan lah Mbok buat nambah biaya sekolah Giza. Sudah dua bulan iurannya belum dibayar. Kan bisa buat tambahan selagi masih ada tamu," jawabnya sambil membersihkan diri dari noda. 

Mpok Tua hanya terdiam. Rasa iba muncrat dari hati wanita tua itu. Rasa empati yang tak menolong wanita bernoda itu dari keruwetan hidup.

Air putih baru saja mengaliri kerongkongannya. Ketukan pintu telah berdentang. Tandaakan ada yang akan menambah noda dinuraninya malam ini. Dibalik pintu, seseorang menyembulkan wajahnya. Wanita itu kaget. Hampir copotkan jantungnya.

" Zainal," desis dari bibir tipisnya.

Zainal adalah teman sekampung dan sepermainan kecilnya. Menginjak dewasa benih-benih cinta yang mengaliri jiwa Zainal tak diresponnya dengan baik. Maklum Zainal adalah anak seorang petani. Benih-benih cinta Zainal layu dimakan tahta.

Dirinya lebih memilih menikah dengan Nomas anak Pak Lurah. Walaupun tak ada getaran cinta yang mengaliri darah cinta dalam jiwanya, dengan apologi untuk mereparasi martabat dan kehidupan, dia terpaksa harus memulai hidup sebagai istri anak petinggi Desa. 

Impian untuk hidup bahagia hanya impian. Sifat Nomas yang hobby berpoya-poya dan dekat dengan kedugeman ala Desa membuatnya hanya mampu bertahan sesuai anak semata wayangnya lahir. Dan dirinya mendengar kabar bahwa Zainal kini telah menjadi lelaki berharta di Kota.

Dan dengan bekal kecantikan dirinya merantau ke Kota yang penuh dengan onak dan minimnya rasa simpati serta kemanusian dari penghuninya. Dirinya pun harus terhempas diganasnya kehidupan Kota sebagai penghias malam. 

Awalnya sebagai pendatang baru, dirinya adalah ratu. Kemanjaan dari para lelaki pemuncrat syahwat membuatnya seolah baru terlahir kembali sebagai perempuan. 

Dan kehidupan keluarganya di Kampung mulai terlihat. Selain rumah permanen, terparkir kendaraan roda dua merk terkenal dan terbaru sebagai pengantar anaknya yang mulai menuntut ilmu.

Siklus kehidupan didunia selalu terjadi. Tak ada yang abadi. Kadang diatas, kadang dibawah. Lahirnya para penggairah muda baru membuatnya kalah berkompetisi di dunia syahwat yang makin moderen dan up to date. 

Dan kini dia harus terdampar dideretan rumah tanpa nurani yang amat memilukan. Tak ada pendingin ruangan. 

Tak ada kasur merk terkenal. Yang ada hanya kasur ala kadarnya sebagai pengganjal para pemuas syahwat malam klas teri yang baunya sering kali mematikan selera malamnya yang bergejolak sebagai manusia.

" Saya ingin mengajakmu pulang. Dan kita menikah," ujar lelaki itu.
' Tak mungkin," jawabnya.
" Sangat mungkin sekali. Aku lajang dan kamu tak bersuami," kata lelaki itu.
" Tapi,"
" Manusia bukan diukur dari pebuatannya. Tapi dari hatinya. Dari martabatnya,"
" Apa kata orang nantinya?,"
' Silahkan orang mau mengumbar sejuta kalimat tentang kamu dan aku. Toh kita yang akan menikmatinya. Kita yang menjalaninya,"
" Anakku?,"
" Anakmu adalah anakku juga. Kita pulang ke kampung dan memulai hidup baru disana. Membangun sebuah keluarga baru dengan jiwa baru. Subuh nanti malam kita pulang. Aku sudah mempersiapkan segalanya,"
" Mpok?."
" Aku sudah jelaskan kepada Mpok Tua. Dan beliau bahagia. Sangat bahagia sekali,"

Jalanan sepi. Hanya satu dua kendaraan yang melintas jalanan. Udara terasa amat segar. Tak ada deru knalpot yang saling lahirkan asap-asap hitam. Alam hening. Dua anak manusia saling berangkulan menuju jalanan menunggu kendaraan yang akan menghantarkan mareka ketempat baru untuk kehidupan yang baru. Suara azan subuh bergema dari pengeras suara masjid. Iringi dua anak manusia ini menuju jalan yang baru, kehidupan yang baru sebagai manusia baru.

Toboali, 18 Oktober 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun